Siti Rima Sarinah
#Bogor — Persoalan di dunia pendidikan di negeri ini terus
bermunculan dan tak kunjung terselesaikan. Kekurangan tenaga pendidik menjadi
persoalan serius yang terjadi di Kota Bogor. Persoalan ini harus mendapat perhatian dari pihak yang berwewenang.
Dilansir rri.co.id (22/04/2025),
Anggota Komisi IV, Endah Purwanti dengan tegas menyuarakan krisis sumber
daya manusia (SDM) guru di tingkat pendidikan dasar. Saat ini, Kota Bogor kekurangan
guru sekitar 1.200 guru,
yakni 900 guru di tingkat SD, dan 300 guru di tingkat SMP. Jumlah tersebut melonjak dari angka sebelumnya.
Endah Purwanti menyampaikan kekhawatirannya akan hal ini. Beban guru akan bertambah dan berdampak pada kualitas pembelajaran serta kesehatan mental dan fisik
para pendidik. Jika hal ini dibiarkan, akan menjadi bom
waktu bagi mutu pendidikan di Kota Bogor, yang mengakibatkan
semangat belajar terhenti karena pemerintah gagal memenuhi kebutuhan
ketersediaan guru.
Krisis tenaga pendidik merupakan kondisi darurat yang harus diperhatikan
oleh pemerintah dan segera dicarikan solusinya. Sebab, guru memiliki peranan
penting dalam mendidik generasi bangsa. Bagaimana nasib generasi apabila mereka
tidak bisa mengenyam pendidikan dikarenakan krisis tenaga pendidik? Lalu
bagaimana dengan target pemerintah yang ingin mewujudkan generasi emas 2045,
apabila masalah kekurangan guru tak segera dituntaskan?
Berbagai persoalan di dunia pendidikan, membuat kita berpikir
apakah benar pemerintah peduli dengan nasib pendidikan generasi saat
ini. Pasalnya, birokrasi yang rumit dan lambat merupakan tantangan utama bagi
guru dalam menjalankan tugasnya. Presiden Prabowo Subianto
dan pengamat kebijakan publik pun
mengakui hal ini. Ini menjadi indikator buruknya kinerja
pemerintah.
Guru honorer yang jumlahnya masih banyak, juga mengalami
kesulitan birokrasi yang otomatis menghambat proses pengangkatan mereka menjadi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kesimpangsiuran
pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan PPPK 2024 telah menimbulkan
ketidakpastian dan kekecewaan yang sangat mendalam. Banyak yang berharap bisa
segera dilantik, tetapi malah terjebak dalam kondisi menganggur tanpa
pendapatan. (kompas.com, 06/03/2025)
Ditambah lagi adanya perbedaan gaji antara
guru honorer, ASN, dan
PPPK. Kita sering disuguhkan kisah guru honorer yang terpaksa harus
menjadi pemulung, driver ojek
online, dan menjadi buruh bangunan agar bisa bertahan hidup.
Belum lagi ada yang selama 3-5 bulan belum mendapatkan honor. Tragis nian nasib
pahlawan tanpa tanda jasa
ini. Padahal merekalah tulang punggung
utama pendidikan generasi di masa depan.
Inilah derita panjang yang harus dialami oleh pahlawan tanpa tanda
jasa, tatkala pendidikan bernaung dalam sistem pendidikan kapitalisme yang
hanya berorientasi pada keuntungan materi, bukan pelayanan dan
kemaslahatan rakyat. Peran guru dalam paradigma kapitalisme hanya
dipandang sebelah mata dan diperlakukan tidak selayaknya oleh negara. Negara
yang seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab menjamin dan memberi fasilitas pendidikan dengan
kualitas terbaik, justru anggaran
pendidikan banyak disunat untuk kepentingan segelintir orang. Sebagai buktinya,
anggaran untuk pendidikan yang dialokasikan dari APBN sangatlah kecil hanya
sekitar 20%. Dengan anggaran yang sangat minim, bagaimana mungkin bisa mewujudkan
kualitas pendidikan yang terbaik bagi generasi, apalagi mewujudkan generasi emas?
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang concern
pada dunia pendidikan dan sangat memuliakan guru. Bahkan pendidikan menjadi
kebutuhan pokok yang wajib dijamin oleh negara. Sehingga dalam hal ini, negara
tidak boleh abai pada urusan pendidikan yang sangat erat kaitannya dengan generasi
bangsa. Semua hal yang berkaitan dengan pendidikan, seperti guru, harus
diposisikan sebagai sosok yang mulia dan dihormati. Mereka berhak mendapatkan
kehidupan yang layak, baik dari gaji, fasilitas, maupun perlindungan dari
negara.
Oleh karena itu, negara menyediakan anggaran besar untuk pendidikan dan
memastikan setiap individu rakyat,
baik di desa
maupun di kota, bisa mengenyam pendidikan berkualitas dan gratis secara
merata. Anggaran pendidikan bearasal dari pengelolaan sumber daya alam yang
dikelola langsung oleh negara yang hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat, seperti pendidikan berkualitas.
Dengan mekanisme demikian, maka menjadi hal yang mudah untuk mewujudkan
generasi emas yang menguasai berbagai ilmu dan
terdepan dalam sains dan teknologi. Selain itu, guru pun bisa merasakan
kehidupan yang layak dan fokus untuk mendidik generasi, tanpa harus dipusingkan
dengan persoalan ekonomi,
keterbatasan sarana prasarana sekolah, rumitnya administrasi, dll., seperti nasib guru yang hidup
dalam penerapan sistem kapitalisme saat ini.
Walhasil, pendidikan dan ketersediaan
guru berkualitas
merupakan pilar peradaban yang mustahil tegak selama
sistem kapitalisme masih mengcengkeram dunia
pendidikan saat ini.
Segera beralih pada sistem Islam yang
menjadikan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyat, bukan
sebagai ajang bisnis untuk meraih cuan. Wallahua’lam.
0 Komentar