Ruruh
Hapsari
#Wacana — Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta belum lama ini membuka lowongan kerja secara besar-besaran
untuk posisi pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Lowongan
yang dipersiapkan berjumlah ribuan hanya bagi waga ibukota (cnnindonesia.com, 23/04/2025).
PPSU merupakan petugas yang bekerja di tingkat kelurahan
untuk menjaga kebersihan lingkungan dan memperbaiki fasilitas umum atau lebih
dikenal dengan pasukan oranye termasuk melakukan berbagai pekerjaan darurat.
Pelamar Membludak
Terlihat antrean warga Jakarta mengular untuk mendaftar menjadi petugas
PPSU di Balai Kota Jakarta. Baik tua maupun muda termasuk yang lulus SD hingga
sarjana. Perbedaan jarak pelamar ini dikarenakan salah satu syaratnya adalah
berusia minimal 18 tahun dan maksimal 58 tahun termasuk minimal mempunyai
ijazah SD.
Melihat
insentif yang diterima sekitar
Rp5,3 juta per bulan sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 6 Tahun 2016, maka tentu antrean pelamar mengular. Anggota
PPSU ini juga akan mendapatkan tunjangan serta fasilitas selain gaji yang telah
ditatapkan. Seperti THR, jaminan
BPJS, jaminan transportasi, pangan murah serta biaya pendidikan bagi pekerja
dengan kriteria tertentu.
Sebanyak
1.100 lowongan pekerjaan yang ditawarkan di PPSU, tercatat pada Kamis, 24 April
2025, yaitu dua hari setelah lowongan dibuka, sudah tercatat tujuh ribu orang pelamar, seperti yang disebutkan oleh
Wakil Gubernur, Rano Karno. Sikap terkejut pun
didapati dari sang Gubernur, Pramono Anung yang tidak menyangka akan tingginya
minat warga Jakarta terhadap lowongan ini.
Lapangan
Kerja Menipis
Melihat
hal tersebut, Trubus Rahadiansyah,
Pengamat Kebijakan Publik
berpendapat bahwa tingginya animo masyarakat ini merupakan cermin bahwa
lapangan kerja di Jakarta makin kurang (liputan6.com, 26/04/2025). Selain itu stabilnya gaji sebagai PPSU ditambah
fasilitas yang didapat dan cukup dengan menyertai ijazah SD saja, tentu hal ini
menjadi harapan baru bagi masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi hari ini.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menyebutkan bahwa
melonjaknya pendaftar merupakan cerminan nyata dari tingginya kebutuhan
masyarakat terhadap lapangan pekerjaan (liputan6.com, 26/04/2025). Bagaimana tidak,
Januari tahun ini saja korban pemutusan hubungan kerja
tembus 77.965 orang. Angka ini melonjak hingga 20,21 persen dibandingkan tahun
2023. Kementrian
Ketenagakerjaan pun mencatat bahwa dari 21,91 persen dari angka nasional korban PHK terdapat di
Jakarta.
Selain
itu jumlah arus urbanisasi pasca-Lebaran dibandingkan tahun lalu bertambah
hingga 129 persen. Tentunya, angka yang besar ini memberikan peran secara
langsung bagi penambahan jumlah pencari kerja di ibu kota, sehingga masyarakat akan mengejar lowongan pekerjaan apa
pun yang sesuai dengan klasifikasinya.
Bonus
Demografi
Arsjad
Rasjid, Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council (IBC) mengkaitakan
antara masalah lapangan pekerjaan ini dengan adanya bonus demografi di
Indonesia. Bila jumlah populasi usia produktif tidak dimanfaatkan secara
maksimal, maka akan menimbulkan petaka.
Salah
satunya adalah keberadaan lapangan pekerjaan, karena kenyataannya penduduk usia
produktif saat ini mencapai 156 juta dan tiap tahunnya terdapat 2,5 juta
lulusan baru yang ikut berkompetisi (detik.com, 02/05/2025).
Arsjad
menyatakan dengan tegas bahwa lapangan pekerjaan di Indonesia tidak cukup untuk
menampung banyaknya angka usia produktif hari ini. “Digitalization, ada AI,
ada segala macam. Udah pasti berkurang,” tegasnya. Digenjotnya lapangan
pekerjaan dengan terus membuka peluang investasi besar-besaran menurut Arsjad
tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja massal.
Peran
Penguasa
Lapangan
kerja tentunya merupakan masalah pelik bila tidak diperhatikan secara intens.
Masalah sosial akan timbul dan muncul masalah-masalah turunan akibat besarnya
angka pengangguran. Dalam buku Bunga Rampai Syariat Islam, Muhammad Riza
Rosyadi menyatakan bahwa masalah ketenagakerjaan diakibatkan oleh berbagai
persoalan yang mendasar di bidang politik pemerintahan, sosial ekonomi
kemasyarakatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Tingginya
pengangguran, ketersediaan lapangan kerja, upah dan kesejahteraan buruh,
pekerja di bawah umur, buruh wanita, dan lain sebagainya tidak lepas dari
kondisi politik pemerintahan dan kondisi sosial ekonomi bangsa, tulisnya.
Dengan rendahnya kualitas SDM maka mereka pun tidak mempunyai posisi tawar yang
tinggi dalam bursa tenaga kerja.
Sesungguhnya
itu semua berakar dari upaya manusia mempertahankan hidupnya dan upaya
meningkatkan kesejahteraan hidup. Dengan demikian masalah pemenuhan kebutuhan
hidup harus menjadi fokus perhatian penguasa.
Masalah
ketenagakerjaan ini diselesaikan dengan tuntas dalam syariat secara mendasar.
Dalam hal ini Islam mewajibkan bagi negara untuk menjalankan politik ekonomi
Islam guna memenuhi segala kebutuhan pokok masyarakatnya dengan menggunakan
strategi politik yang tentunya dilandasi oleh pandangan hidup sesuai syariat.
Strateginya
pun diambil dari syariat, antara lain dengan memerintahkan tiap kepala keluarga
untuk bekerja, penyediakan lapangan pekerjaan oleh negara, tiap ahli waris
diperintahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi kepala keluarga yang tidak
mampu memenuhinya.
Kemudian,
mewajibkan tetangga terdekat yang mampu untuk sementara memenuhi kebutuhan
pokok tetangganya yang kelaparan, lalu negara juga secara langsung memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan warganya yang tidak mampu dan membutuhkan.
Selain itu, negara juga menjamin kebutuhan pokok lainnya berupa pendidikan yang
harus dinikmati oleh seluruh rakyat sehingga menaikkan kualitas SDM.
Hal
itu semua karena sesuai dengan sabda Rasulullah saw. bahwa, “Seorang imam
adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai
pertanggung jawaban terhadap urusannya tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sayangnya
hari ini persoalan pemenuhan kebutuhan pokok tidak selesai dan ke depan
sepertinya makin tidak menentu. Oleh karenanya, patut bagi pemerintah untuk
mempertimbangkan bahwa Islam mempunyai solusi tuntas atas masalah pelik ini. Wallahualam.[]
0 Komentar