Anak dalam Jeratan Judol, Kapitalisme Biang Kehancuran Generasi

 



#Wacana — Generasi hari ini menghadapi bahaya yang sangat merusak tapi tidak tampak. Gempuran digital dan culture serba instan mengepung aktivitas generasi, sebut saja transaksi  perjudian online (judol). Mirisnya, praktek judol ini menyasar anak-anak di bawah umur. Fenomena transaksi judol sudah sangat mengkhawatirkan. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa transaksi judol dilakukan oleh anak yang berusia 10 tahun. Per 8 Mei 2025 tercatat sekitar 197.054 anak usia 10 hingga 19 tahun terlibat dalam aktivitas judol. Jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain usia 10–16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar dan usia 17–19 tahun mencapai Rp2,5 triliun. (cnbcindonesia, 08/05/2025)


Kita menyaksikan berbagai bentuk kehancuran generasi yang sistemik. Anak-anak menjadi target judol, alasannya tentu bukan hanya karena teknologi melainkan juga karena sistem ekonomi yang rusak. Bukan hanya sekedar moral semata, melainkan soal sistem yang tidak mendukung masa depan generasi Islam. Kapitalisme adalah biang kehancuran generasi.


Sistem kapitalisme memandang anak-anak sebagai pasar yang menggiurkan. Mereka diiming-iming dengan berbagai iklan ”cuan cepat” melalui game dan media sosial. Banyak anak menjadikan judol sebagai pelarian dari banyaknya tekanan hingga anak mendambakan kaya cepat tanpa harus kerja keras. 


Kapitalisme menanamkan impian instan pada generasi. Memandang anak-anak bukan untuk dilindungi tapi menjadi target pasar.  Sukses cepat dan kaya tanpa kerja keras merupakan jebakannya. Anak-anak tentu tidak berpikir panjang akan risiko yang menghadangnya, dalam benaknya cepat dapat cuan. Ibaratnya anak-anak memasuki arena perlombaan tanpa punya bekal persiapan. Hal ini karena pendidikan yang didapatkan dari sistem sekuler berorientasi pada keuntungan semata. 


Platform digital dan media sosial memberikan rancangan algoritma untuk terus memikat perhatian anak-anak tanpa meraka sadari. Dengan ponsel dan alat digital yang dimiliki, anak-anak bisa dengan leluasa mengakases game online. Iklan terselubung atau tautan yang tersembunyi, dan tanpa disadarinya judol pun masuk secara halus menghancurkan. Tanpa pikir panjang anak-anak terpikat dan tentu ikut masuk bermain. 


Mungkin awalnya coba-coba, lama-kelamaan terjebak dan akhirnya kecanduan.  Kurangnya pengawasan dan rendahnya literasi dikalangan anak-anak maupun para orang tua menjadi salah satu penyebab kehancuran generasi. Kemewahan  instan yang ditawarkan oleh pasar yang tidak bermoral dalam sistem kapitalisme adalah mimpi palsu. Naifnya, fenomena ini terjadi di negara yang mayoritas muslim. 


Impian kehidupan mewah yang serba instan menjadi ukuran keberhasilan dalam kultur masyarakat kapitalis sebagai pelarian sosial. Kebebasan berperilaku dalam sistem sekuler, siapa saja bisa melakukannya. Tidak memperdulikan halal haramnya, semua di lakukan tanpa pertimbangan. Mirisnya, anak-anak diarahkan dan dipaksa untuk masuk dalam arena perlombaan tanpa batas. Arena perjudian pun merajalela tidak hanya menyasar orang dewasa, anak-anak pun akhirnya tumbuh dalam jebakan judi online. Orientasi hidupnya semata-mata hidup senang karena ada cuan.  


Berbeda bagi anak-anak yang sedari awal mendapatkan informasi dan pendidikan yang ber orientasi ukhrawi. Bekal yang diberikan lebih kepada pemahaman literasi digital tentang penggunaan yang benar dan membatasi penggunaannya. Teknologi dibutuhkan, akan tetapi diterima sebagai bagian dari inovasi kemajuan yang turut membantu memudahkan mengakses informasi dan pembelajaran yang dibutuhkan oleh manusia dalam mencapai sebuah tujuan. Manfaat dan risiko yang akan ditimbulkan sudah dipertimbangkan sehingga pengaturan  dan  pembatasan sangat diutamakan agar tidak salah dalam penggunaan yang bisa mengakibatkan fatal.


Generasi harusnya dibekali banyak ilmu dan iman agar tidak mudah terjebak platform digital dan media sosial yang menawarkan impian palsu seperti judol. Kolaborasi dengan para orang tua dan pendidik juga sangat menentukan arah bagi anak-anak. Namun demikian, pendidikan moral saja tidak cukup menghilangkan gempuran digital dan media sosial, akan tetapi yang lebih pasti adalah sistem ideal yang mampu menghadirkan solusi terbaik atas semua problematika umat, yakni sistem Khilafah alaminhajinnubuwwah. 


Sistem ideal tersebut menerapkan aturan syariat yang dijamin Allah Swt. bahwa pasti membawa rahmat. Nabi Muhammad saw. diutus untuk membawa agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil-‘alamin). Maka, bagaimana mungkin akan terwujud kalau kemudian kita menolak syariat Islam. sehingga tidak heran jika hari ini banyak terjadi kehancuran terutama anak-anak yang menjadi korban dari sistem yang memisahkan agama dan kehidupan. Itulah wajah kapitalisme..


Kesadaran untuk melaksanakan aturan Allah melahirkan semangat untuk taat kepada-Nya. Semangat inilah yang hilang dalam sistem sekuler. Semangat atau kekuatan spiritual harusnya bisa menangani berbagai persoalan, akan tetapi kekuatan spiritual ini hilang di tengah-tengah umat. Keraguan sebagian umat Islam terhadap syariat Islam pun makin tinggi. 


Sistem sekuler yang mereka banggakan tidak juga memihak pada perlindungan yang hakiki. Tatanan sekuler justru telah berhasil melemahkan umat Islam. umat Islam pasrah dengan apa yang terjadi di depan mata. Belum lagi cara pandang pemerintah terhadap perjudian tidak didasarkan pada akidah dan syariat Islam kafah. Perjudian masih dianggap sebagian orang adalah solusi cepat. Indikasi inilah yang merusak tatanan Islam.


Islam melarang keras perjudian dan hukumnya haram, sebagaimana dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 90. Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, berjudi merupakan akad batil dan harta yang dihasilkan tidak boleh dimiliki oleh seorang muslim. Mekanisme dalam negara Khilafah memberikan sanksi pidana bagi pemain judi dan bandar judi adalah ta’ziir, yakni pidana syariat untuk pelanggaran syariat yang tidak ada nas khusus mengenai jenis sanksinya dan tidak ada kafarat (tebusannya), sehingga yang menentukan jenis dan kadar hukumannya adalah qadhi (hakim syariat). Mulai dari memusnahkan barang bukti kejahatan (itlaf al-mal), hukuman cambuk (al-jilid), penjara (al-habs), penyaliban (ash-shalb), hingga hukuman mati (al-qatl).


Sistem Islam menawarkan kemaslahatan yang sempurna dan adil bagi seluruh umat manusia. Penerapan ekonomi Islam akan mampu mencegah dan memberantas judol secara efektif dan kontinu. Masyarakat tidak akan mudah tergiur dengan perjudian karena mengetahui risiko dan dosanya yang sangat besar. Anak-anak terdidik dan terawasi secara terus-menerus karena keimanan kepada Allah Swt.. Menanamkan rasa takut kepada Allah bagi pelaku judol sekaligus mengingatkan adanya pahala yang sangat besar jika menghindari kemaksiatan  judol.   

                           

Hal ini dilakukan terus-menerus dengan sistemik agar terbentuk pembiasaan berlandaskan pembinaan syariat, sehingga akan terlahir generasi-generasi Islam. Alhasil, generasi Islam akan cerdas menggunakan teknologi dan menghindari judi online yang terselubung. Percaya bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perbuatannya. Generasi yang cerdas adalah generasi yang sibuk belajar meng-upgrade dirinya dengan ilmu yang bermanfaat dan terus membiasakan taat syariat. Mencari lingkungan yang sesuai dengan kehidupan Islam agar tidak terbawa arus yang membinasakan. Wallahualam bissawab.[]


 

 


 



Posting Komentar

0 Komentar