Siti Rima Sarinah
#MutiaraAl-Qur'an — Hakim adalah seseorang yang mendapatkan wewenang untuk menyelesaikan perkara di antara sesama manusia dengan cara yang benar dan adil. Ia akan menjatuhkan sanksi kepada seseorang karena perbuatan yang dilakukan seseorang. Ia akan membela dan melindungi seseorang yang tidak melakukan kesalahan apa pun dari segala bentuk tuduhan. Semua dilakukan secara objektif dan tidak cenderung kepada siapa pun yang sedang berselisih, semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan memberikan keadilan kepada pihak yang tidak bersalah.
Allah Swt. berfirman, ”Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS an-Nisa: 58)
Ayat di atas adalah peringatan Allah kepada seorang hakim untuk menunaikan amanahnya menetapkan hukum dan menegakkan keadilan dalam menyelesaikan perkara di antara manusia. Sebab, tugas hakim bukanlah tugas yang mudah, ia akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat terkait putusan yang dikeluarkannya. Dalam hal ini Rasulullah saw. membagi seorang hakim menjadi tiga macam. “Hakim itu ada tiga: dua di neraka dan satu di surga. Hakim yang memutuskan hukum dengan tidak benar, sedangkan ia mengetahuinya, makai a di neraka. Hakim yang tidak mengetahui kebenaran (jahil), sehingga ia menghilangkan hak orang lain, makai a pun di neraka. Hakim yang memutuskan hukum dengan kebenaran, maka ia di surga.” (HR at-Tirmidzi)
Berlandaskan ayat Al-Qur’an dan hadis Rasulullah saw., kita bisa melihat dengan jelas hakim yang hadir saat ini masuk ke dalam kriteria hakim yang menjadi penghuni neraka atau penghuni surga. Pasalnya, saat ini sangat sulit untuk mendapatkan keadilan, berapa banyak kasus orang yang tidak bersalah diberikan hukuman yang berat, sebaliknya orang yang terbukti bersalah justru mendapatkan kebebasan dari putusan yang ditetapkan oleh seorang hakim.
Tidak dimungkiri, telah terjadi pergeseran peran dan fungsi seorang hakim dalam sistem kapitalisme sekuler yang menjadi landasan lahirnya berbagai kebijakan dan hukum di negeri ini, termasuk hukum peradilan. Setiap orang yang menjadi hakim pasti sudah sangat paham tugasnya sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Namun, keberadaan sistem kapitalisme sekuler yang hanya mengagungkan materi di atas segala-galanya telah mengikis dan menghilangkan kebenaran dan keadilan dari diri seorang hakim.
Bahkan sudah menjadi rahasia umum, jabatan seorang hakim merupakan “tempat basah” untuk mengumpulkan uang yang sangat banyak. Hal ini terbukti dalam potret kehidupan kita hari ini, seorang hakim banyak berkolaborasi dengan para koruptor, pembunuh, dan pelaku kemaksiatan lainnya demi untuk mengumpulkan cuan yang banyak, mereka mau menerima suap dan mengeluarkan putusan tidak bersalah kepada para penjahat tersebut. Yang lebih tragis, sang hakim pun ikut menjadi pelaku korupsi hingga miliaran bahkan triliunan rupiah. Terkadang muncul pertanyaan di benak kita, apakah hakim tersebut tidak memiliki rasa takut tatkala ia membela seseorang yang terbukti bersalah akan di tempatkan Allah di neraka?
Pemahaman seseorang termasuk hakim sekalipun, apabila telah terkontaminasi dengan cara pandang kapitalisme sekuler, sudah tidak mengenal hukum halal dan haram. Karena yang ada dibenaknya bagaimana cara untuk mendapatkan harta yang banyak, yang akan membuat hidupnya bahagia, walaupun harus melanggar norma agama dan tanpa mempedulikan apakah mendapatkan harta tersebut dengan cara halal atau haram. Padahal mayoritas hakim yang ada di negeri ini adalah seorang muslim, yang pasti mengetahui akan ada hari penghisaban atas semua amal manusia di dunia ini. Namun, semua itu diabaikan begitu saja karena pemahamannya telah tergadaikan oleh silaunya harta dunia.
Berbuat adil adalah termasuk ibadah yang lebih utama dari amalan sunah seperti salat malam dan puasa sunah puluhan tahun. Karena ketika seseorang mampu adil dalam urusannya atau seorang hakim adil dalam memutuskan satu perkara, maka dampaknya akan begitu besar bagi kehidupan. Oleh karena itu, keadilan dan kebenaran harus dikembalikan kepada orang yang melandasi tugas maupun profesinya dengan ketakwaan dan keimanan.
Menjadi tanggung jawab bersama bagi seluruh umat Islam untuk menyadarkan para hakim agar mereka menjadi hakim yang kelak mendapatkan derajat yang sangat tinggi di sisi Allah, karena menjalankan tugasnya sesuai amanah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Jangan sampai penyesalan datang terlambat tatkala Allah meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilakukan di dunia.
Dengan senantiasa menjadikan Islam sebagai landasan setiap amal dan menjadikan dakwah sebagai poros dalam kehidupan agar tidak terjerumus dalam kegelapan sistem kapitalisme sekuler. Termasuk seorang hakim pun wajib untuk mengkaji dan mendakwahkan Islam agar kebenaran dan keadilan senantiasa terpatri dalam dirinya. Walaupun harus mengorbankan nyawa, keadilan dan kebenaran menjadi prioritas utama dalam menjalankan amanahnya, agar kelak ia menjadi hakim yang mendapatkan kemuliaan yang ditinggi di sisi Allah Swt.. Wallahualam.[]
0 Komentar