Astriani Lydia
#Bekasi — Masih hangat di ingatan kita, ricuhnya Job Fair di Cikarang akhir bulan lalu. Ini seharusnya menjadi alarm peringatan bagi pemerintah untuk membenahi sistem rekrutmen tenaga kerja. Job Fair bertajuk "Bekasi Pasti Kerja 2025" yang digagas oleh Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi ini membantu menyediakan lebih dari 2.500 lowongan kerja dari 64 perusahaan. Namun, dengan kondisi angka pengangguran di kabupaten Bekasi yang saat ini mencapai 8,82 persen dari 1,6 juta angkatan kerja, atau sekitar 142 ribu orang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tak ayal lagi antusiasme masyarakat begitu luar biasa. Terpantau sekitar 25.000 pencari kerja dalam acara tersebut. Alhasil, kericuhan pun terjadi karena jumlah peserta jauh melebihi kapasitas lokasi acara.
Nur Hidayah Setyowati (Plt Kepala Disnaker Kabupaten Bekasi) melakukan kerjasama dengan BPS terkait pendataan jumlah pencari kerja berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kabupaten Bekasi dan pendatang. Disnaker pun berencana mengadakan berbagai pelatihan keterampilan dan kewirausahaan juga platform digital. Hanya saja, jumlah lowongan yang masuk masih terbatas. Diharapkan, dengan insentif kepada perusahaan, jumlah lowongan yang tersedia dapat meningkat signifikan dan penyerapan tenaga kerja lebih maksimal. (bekasikab.go.id, 26/02/2025)
Kapitalisme Menciptakan Kelangkaan Kerja
Sesungguhnya kelangkaan kerja akan sulit diatasi jika negara masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Kenapa? Karena sistem ini memang didesain untuk menciptakan pengangguran.
Setidaknya ada tiga sebab kelangkaan kerja yang terus menjadi persoalan di sistem kapitalisme. Pertama, fokus kepada keuntungan individu pemilik. Keuntungan diperoleh dengan menekan biaya produksi agar hasilnya maksimal. Cara yang paling mudah adalah dengan menekan upah pekerja dan efisiensi jumlah pekerja. Jelas hal ini menyebabkan kelangkaan kerja.
Kedua, persaingan bebas antarperusahaan. Perusahaan yang memiliki modal besar akan mencaplok perusahaan kecil sehingga dunia usaha hanya dikuasai oleh segelintir orang.
Ketiga, negara abai dengan menyerahkan urusan lapangan pekerjaan pada swasta dan fokus untuk memperbesar satu perusahaan saja agar lapangan pekerjaan terbuka lebar. Padahal, jika perusahaan makin besar, keuntungan hanya akan mengalir deras kepada pemiliknya. Sementara, yang diberikan kepada masyarakat tidak sebanding dengan mudarat yang ditimbulkannya. Seperti kerusakan lingkungan dan kemiskinan yang akut.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam bertujuan menyejahterakan seluruh masyarakat. Ini sudah terbukti hingga berabad-abad lamanya. Ada empat faktor yang menyebabkan sistem ekonomi Islam mampu menyejahterakan rakyat.
Pertama, Islam memiliki regulasi kepemilikan yang berbeda dengan kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, setiap individu berhak memiliki apa pun yang diinginkan. Sehingga barang yang seharusnya milik umum, seperti air dan barang tambang yang melimpah, boleh dikuasai siapa pun, termasuk asing.
Sedangkan Islam mengharamkan barang milik umum dikuasai individu manusia, sebab barang tersebut milik seluruh rakyat, negara hanya boleh mengelolanya. Jika hal tersebut diterapkan, maka permasalahan kemiskinan bisa terselesaikan karena SDA yang melimpah ruah yang dikelola negara akan secara benar disalurkan kepada rakyat.
Kedua, pengelolaan SDA yang melimpah dilakukan oleh negara. Dalam hal ini, negara membutuhkan bantuan untuk mengeksplorasinya. Otomatis akan terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Negara akan meminimalisir menggunakan tenaga kerja asing, dan lebih mengutamakan tenaga kerja di dalam negeri.
Ketiga, cara pengaturan upah dalam sistem Islam sangat berbeda dengan kapitalisme. Dalam sistem Islam, upah tidak dikategorikan sebagai biaya produksi. Karena upah bukan berdasarkan hitung-hitungan biaya produksi, melainkan adanya kesepakatan antara pekerja dan majikan, atau sering disebut upah sepadan. Alhasil, jika cara seperti ini diterapkan, tidak akan ada upaya menuntut kenaikan upah sebab hal itu telah disepakati.
Keempat, negara sebagai penanggung jawab utama masalah ketenagakerjaan akan memastikan para laki-laki bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan tanggungannya. Negara tetap menjamin kebutuhannya sampai mereka dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab Muqaddimah ad-Dustur pasal 153, menyampaikan bahwa, “Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara.”
Islam Menjamin Kesejahteraan Masyarakat
Karut-marut ketenagakerjaan tidak akan selesai selama masih menggunakan solusi ala kapitalisme. Karena kapitalisme memandang hubungan pengusaha dan pekerja bersifat subordinat sehingga keadilan tidak akan terwujud. Adapun solusi hakikinya adalah dengan jaminan kesejahteraan dari negara.
Sungguh, hal demikian telah terukir dalam sejarah betapa Islam mampu menyejahterakan rakyatnya hingga berabad-abad lamanya. Seperti saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan rakyatnya tidak ada yang berhak menerima zakat. Juga kisah kegemilangan Khalifah Harun Arrasyid yang mengosongkan baitulmal hingga tidak ada satu pun rakyatnya yang kelaparan.
Demikianlah Islam mampu mewujudkan kesejahteraan yang hakiki, sehingga nasib pekerja berubah menjadi lebih baik dan masalah kelangkaan kerja tidak menjadi permasalahan yang tak kunjung usai. Hal ini tentu hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan. Insya Allah dalam waktu dekat. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar