#Reportase — Diskusi Publik (DisPub) yang membahas berbagai permasalahan umat dengan memberi solusi dari kacamata syariat Islam kembali diselenggarakan oleh Forum Muslimah Jakarta. Diskusi yang dihadiri puluhan mutiara umat pada Sabtu, 22 Juni 2025, di Jakarta, bertema “Raja Ampat Sekarat, Demi Ambisi Aparat?” mampu memberi pencerahan mengenai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan, khususnya penambangan nikel di Raja Ampat.
Raja Ampat Surga yang Hilang
Mendapat julukan surga terakhir di dunia karena keindahan pemandangan alam dan keanekaragaman hayatinya, Raja Ampat sepertinya akan memudar. Eksploitasi terhadap tambang nikel di Raja Ampat menjadi isu yang ramai diperbincangkan di media sosial. Akibat eksploitasi tambang nikel yang dilakukan secara ugal-ugalan pasti akan mengancam hutan, terumbu karang, maupun ekosistem darat dan laut Raja Ampat. Hal ini dijelaskan oleh aktivis dakwah Husnul, S.T., M.M., sebagai pembicara pertama.
Husnul mengatakan bahwa sumber daya alam di Indonesia begitu banyak dan melimpah termasuk nikel. Nikel, menurutnya, adalah sumber daya alam yang relatif mudah di tambang tanpa perlu proses panjang. Dengan makin majunya peradaban manusia, kebutuhan penggunaan nikel meningkat tajam salah satunya dipergunakan sebagai baterai pada kendaraan listrik.
Akan tetapi, ia menyesalkan kepemilikan tambang yang saat ini dikuasai oleh perorangan atau perusahaan swasta baik dalam maupun luar negeri. Aktivis dakwah yang jebolan ITS dan UI ini membandingkan konsep kepemilikan sumber daya alam yang diatur oleh Islam yaitu tidak boleh dimiliki oleh perorangan, perusahaan maupun negara. Kepemilikan semua sumber daya alam termasuk tambang dalam syariat Islam adalah milik umum dan konsep kepemilikan umum ini hanya ada dalam sistem ekonomi Islam. Tidak ditemukan dalam sistem ekonomi kapitalisme maupun sosialisme, terangnya.
Konsep kepemilikan ini, lanjutnya, sejalan dengan hadis “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). “Kepemilikan umum ini harus dikelola oleh negara. Negara harus bersungguh-sungguh dalam mengelolanya karena tambang dimiliki oleh seluruh umat!” tegasnya.
Pengelolaan nikel sejak 2019 mengalami peningkatan produksi dan efeknya mengakibatkan pencemaran lingkungan dan menurunnya kesehatan masyarakat jika pengelolaannya terus dibiarkan serampangan. Hal ini, jelasnya, makin mengokohkan hegemoni para pengusaha dan sistem kapitalisme.
Sudah seharusnya kepemilikan tambang dikembalikan pada syariat Islam dan negaralah yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya, agar tidak terjadi lagi kerusakan alam dan kerugian material. Maka yang perlu dilakukan adalah penerapan syariat Islam secara sistemik dan komprehensif. Sistem Islam akan mengupayakan teknologi yang tidak merusak alam dan manusia, serta akan memberi manfaat pada seluruh kaum muslimin, tutupnya.
Sistem Kapitalisme Pencetak Manusia Durjana
Permasalahan yang timbul atas pengelolaan nikel terus saja terjadi. Konsep pengelolaan dan kepemilikan atas tambang dalam syariat Islam sudah jelas tinggal menjalankan saja. “Lalu, masalahnya apa?”, tanya Ustazah dr. Estyingtyas P. sebagai pembicara kedua dalam diskusi publik Ahad lalu.
Setiap manusia diberikan fitrah yang sama dan fitrah manusia salah satunya adalah cinta terhadap harta. Dalam Al-Qur'an, jelasnya, digambarkan kecintaan manusia pada harta. Antara lain dalam Surah al-Fajr ayat 20 dan al-Adiyat ayat 8.
Sedangkan berdasar hadis, Ustazah Esty membacakan hadis riwayat al-Bazzar yaitu, "Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian." Ia juga membacakan hadis riwayat Tirmidzi yaitu, “Sesungguhnya setiap umat itu ada fitnahnya, dan fitnah umatku adalah harta."
Dalil-dalil tersebut, terangnya, menunjukkan bahwa umat Nabi Muhammad saw. diuji dengan kecintaannya terhadap materi atau harta. Ketika kecintaan terhadap harta bertemu dengan sistem kehidupan yang memberi celah kepada manusia untuk mengembangkan naluri mencintai harta, maka manusia akan menjadi serakah atau rakus terhadap harta. Sistem kehidupan ini bernama kapitalisme.
Sistem kapitalisme adalah sebuah sistem yang telah memberi manusia tiga hal. Pertama, peluang. Sistem ini membolehkan manusia untuk memiliki sesuatu dalam bentuk dan cara apa pun. “Kebebasan berekonomi itu konsepnya”, urai Ustazah Esty.
Yang kedua, bebernya, adanya kebijakan politik ekonomi yang bisa dikompromikan. Ia memberi contoh UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengatur secara tegas larangan terhadap segala bentuk kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan lindung. Sayangnya, terbit lagi Perppu No. 1 Tahun 2004 mengatur tentang perubahan atas UU No. 41 Tahun 1999, yang memberikan pengecualian kepada 13 perusahaan untuk tetap melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan.
Ia menyayangkan terjadinya kongkalikong antara pengusaha dan penguasa. “Semua bisa dikompromikan, diatur!” jelasnya.
Sedangkan yang ketiga, lanjutnya, ada ajakan setan untuk memperturutkan kerakusan manusia (Al-Isra ayat 27) dan rasa khawatir terhadap kemiskinan (Al-Baqarah ayat 268).
Penerapan sistem kapitalisme memberi peluang kebebasan dalam memenuhi fitrah manusia tanpa adanya pembatasan, semua aturan bisa dinegosiasikan, tidak ada implikasi dosa di akhirat ketika melanggar hak orang lain, hukum adalah produk politik yang bisa berubah sesuai arah politik penguasa, dan secara individu membuat manusia menjadi durjana karena sistem ini membuat peradaban manusia sangat bobrok dan mengalami kemunduran.
Sedangkan Islam, jelasnya lebih lanjut, sebuah agama yang sempurna. Ia menjelaskan secara detil bagaimana Islam sangat berbeda dengan kapitalisme. Islam tidak hanya mengatur ibadah ruhiyah tapi mengatur ibadah siyasiyah. Islam juga mengatur hal-hal makro dan mikro dalam kehidupan manusia termasuk pengelolaan tambang nikel. Islam pun mengaitkan semua perbuatan manusia dengan pertanggungjawaban akhirat. Islam juga membatasi kepemilikan harta dengan cara bukan dengan jumlah. Islam memberikan aturan pengelolaan harta negara berdasarkan prinsip kepemilikan dan mengatur anggaran belanja negara dengan pos-pos pemasukan dan pengeluaran sesuai dengan syariat Islam.
Diakhir penjelasan, Ustazah Esty mengatakan bahwa, “Negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah maka semua sendi kehidupannya memiliki landasan dalil dan itulah sistem Khilafah yang seharusnya seluruh kaum muslim memperjuangkannya.”
Berdasar penjelasan para pembicara, para mutiara umat yakin dan sepakat untuk memilih syariat Islam secara kafah.[JPD]
0 Komentar