Rini Sarah
#Remaja — Daftar korban gunung Rinjani bertambah. Setelah Juliana Marins, pendaki asal Brasil, ada Sarah Tamar Van Hulten. Sarah adalah seorang pendaki asal Belanda yang tinggal di Denmark. Nasib naas menghampirinya di jalur menurun dari Pelawangan Sembalun menuju Danau Segara Anakan.
Berbeda dengan Juliana, Sarah berhasil dievakuasi dalam kondisi selamat. Evakuasinya berlangsung cepat dan lancar. Karena medan tempat jatuhnya relatif landai, hingga helikopter Basarnas bisa didaratkan dengan mudah.
Kalau kita lihat berita di media, para pendaki yang meninggal atau pun terluka dalam pendakian sebenarnya bukan hanya mereka berdua. Mereka boleh dikata nasibnya lebih beruntung. Walau ada yang dievakuasi telah meninggal, tapi jasadnya bisa dikuburkan dengan layak dan mendapatkan penghormatan dari keluarga, karib kerabat, sahabat, dan teman. Di sisi lain, ada pendaki yang meninggal dengan nasib yang lebih nahas. Meninggal dan ditinggal terbaring di gunung. Tak bisa dievakuasi karena medan berbahaya dan menyedot banyak biaya. Itulah yang terjadi di Gunung Everest, gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 8.845 m.
Agak ngeri ya membayangkannya. Walau begitu, animo orang untuk mendaki gunung tidak pernah surut. Buktinya, masih banyak saja orang yang melakukan pendakian di berbagai gunung. Mau ada berita kematian, kecelakaan, ongkos yang dikeluarkan kadang hanya bisa ditebus para sultan, dan segudang lain penderitaan, semua tak menyurutkan kaki para pendaki untuk melangkah menyusuri jalur pendakian. Mungkin ada sebagian orang akan berkomentar, “Demi apa sih bela-belain naik gunung. Mau mati demi caption?” Kaum sebangsa Bang Agam Rinjani pasti segera menukas, “Ini bukan tentang mati demi caption, ini tentang penaklukan!”
Pride
Penaklukan selalu melahirkan pride (kebanggaan). Dia seakan mahkota bagi perjuangan menjalani sebuah proses panjang dan terjal. Penaklukan juga boleh dikata bagaikan anugerah/as a reward bagi setiap pengorbanan. Moment of glory-lah ya. Pantaslah kalau kita upload ke media sosial dengan caption “summit at 3726 mdpl”.
Setiap manusia memang didesain untuk mencintai kebanggaan. Hingga mereka senantiasa melakukan penaklukan dalam berbagai bidangnya. Karena manusia dan makhluk hidup lainnya, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 68, didesain Allah mempunyai sebuah naluri mempertahankan diri. Salah satu ekspresi naluri ini, ya itu tadi manusia senantiasa melakukan hal-hal yang menghantarkan kepada kebanggaan tadi hingga manusia puas karenanya.
Lalu, salahkah semua ini? Tentu saja tidak. Naluri ini sesuatu yang fitrah. Dia tak bisa kita hilangkan. Jadi kondisinya memang netral. Allah pun tidak akan menghisab kita karena keberadaannya pada diri kita.
Hanya saja, naluri ini memang mendorong kita untuk melakukan sebuah perbuatan ketika dia muncul. Misal, ketika lihat orang berhasil summit di puncak gunung, kita kok jadi fomo. Nah itu tanda si naluri itu sedang muncul. Otomatis, akibat fomo tadi kita jadi terdorong untuk melakukan hal yang sama. Apalagi kalau dikomporin sama teman-teman. Makin kebelet saja pengen naik gunung.
Nah, di sini titik kritisnya. Sebagai muslim kita harus berpikir dulu sebelum kita melakukan perbuatan untuk memenuhi dorongan naluri tadi. Mau dipenuhi atau tidak. Mau dilakukan atau tidak.
Sebelumnya sebagai landasan berpikir, kita juga perlu mengenali karakteristik naluri dulu. Naluri dia akan muncul jika ada rangsangan dari luar tubuh kita. Seperti melihat VT orang summit di puncak gunung tadi. Tidak seperti rasa lapar yang muncul dari dalam tubuh kita. Dia muncul akibat sistem metabolisme tubuh. Lalu, naluri ketika dia muncul dan tidak bisa dipenuhi tidak akan mengakibatkan bahaya bagi tubuh kita. Paling hanya timbul resah saja. Semua organ dan sistem tubuh mah aman saja. Beda dengan lapar tadi, kalau tidak dipenuhi apalagi berhari-hari, insya Allah akan mengundang malaikat Izrail menjemput.
Kalau sudah tahu karakteristik naluri, kita bisa santai ketika dia muncul. Kalau kita mampu memenuhinya, ya ayo gaskeun. Jika tidak, ya sudah kita alihkan. Biasanya pengalihannya kepada sesuatu yang sifatnya spiritual. Seperti kalau marah banget kan kita diminta wudu dan salat. Biar tenang kembali.
Lalu, yang tidak kalah penting, kita sebagai muslim harus sadar bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan dalam rangka memenuhi dorongan naluri tadi harus terikat dengan hukum Allah. Kita mesti pandai memilih perbuatan yang dibolehkan oleh syariat Islam.
Misal, jika naluri ingin menaklukkan demi kebanggaan tadi muncul, ya kita harus memilih perbuatan-perbuatan yang dibolehkan oleh Islam. Kita timbang dulu, hukum naik gunung itu apa ya? Kalau naik gunungnya tidak menutup aurat sempurna bagaimana? Masalah salat apakah bisa dijaga juga? Ini memang membutuhkan pengetahuan tentang syariat Islam.
Penaklukan yang Lain
Ngomong tentang penaklukan, Islam dan penaklukan itu terkait sangat erat. Ketika Islam kafah telah tertanam dalam benak seseorang maka dia akan muncul sebagai sang penakluk. Ketika ideologi Islam diterapkan dalam kehidupan, justru bukan orang per orang lagi yang menjadi penakluk, tapi rame-rame jadi penakluk.
Para penakluk ini pun bukan sekadar menaklukkan gunung, tapi menaklukkan wilayah negara. Hal itu dilakukan untuk menyebarkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Para penakluk ini bukan hanya orang dewasa mapan, ya. Tetapi, remaja seperti kalian juga ada. Contoh, Muhammad bin Abdul Qosim. Beliau menaklukkan India dalam usia 17 tahun. Di daerah taklukkannya beliau begitu dicintai. Karena telah mengayomi mereka dengan hukum syariat Islam yang adil. Pada saat wafatnya, semua warga bersedih karenanya.
Lalu, ada Thariq bin Ziyad. Beliau menaklukan Andalusia. Daerah yang saat ini disebut dengan negara Spanyol. Cerita penaklukan Andalusia ini begitu masyhur. Berkat upayanya, Andalusia dapat merasakan indahnya hidup dalam naungan Islam.
Ada juga, penakluk yang ada kaitannya dengan gunung, tepatnya bukit. Beliau adalah Muhammad al-Fatih, sang Penakluk Konstantinopel. Sebagaimana diketahui, Konstantinopel adalah kota dengan sistem pertahanan terbaik. Sulit ditembus lawan. Al-Fatih dengan cerdasnya melihat celah lemah dari pertahanan itu, yaitu Bukit Gallata. Tidak pikir panjang, beliau menyusun rencana dan memerintahkan pasukannya untuk menaiki bukit itu. Bukan hanya manusianya, tapi beserta 70 kapal perang! Hal itu dilakukan selama satu malam. Amazing! Hasilnya? Konstantinopel dapat dibebaskan, lalu cahaya Islam segera meneranginya.
Keren apa keren betul? Tenang, kita juga bisa melakukannya. Asal kita punya apa yang menjadi modal mereka. Modal mereka adalah Islam kafah yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah. Mereka begitu kuat memegangnya. Yuks, tunggu apa lagi? Kita lakukan hal yang sama.[]
0 Komentar