JP. Dunggio
#Wacana — 23 Juli 2025 adalah Hari Anak Nasional (HAN). Tahun ini diperingati dengan mengangkat tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”. Dalam rangka menyambut satu abad kemerdekaan Indonesia, tema tersebut adalah bentuk komitmen pemerintah untuk mempersiapkan generasi muda yang cerdas, tangguh, serta berdaya saing tinggi. Peringatan HAN merupakan sarana pengingat bahwa anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan bangsa (AntaraNews.com).
Derita Anak Indonesia
Mirisnya, nasib anak di negeri ini jauh dari kata beruntung. Kekerasan pada anak, perundungan, tawuran, prostitusi, pornografi, judi online, dll., adalah isu yang selalu naik ke permukaan dan melibatkan anak tak hanya sebagai korban tapi juga pelaku. Bahkan data-data terkait laporan banyaknya kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku dan korban seperti fenomena gunung es, yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil data. Fakta di lapangan bisa jadi angkanya jauh lebih tinggi atau terdapat kasus-kasus yang melibatkan anak tetapi belum terbongkar.
Seperti isu viral terakhir yang memilukan hati yaitu terbongkarnya sindikat penjualan bayi jaringan internasional. Yang lebih kejinya, penjualan bayi ini diduga melibatkan oknum pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Adanya keterlibatan oknum pegawai Dukcapil Bandung, Jawa Barat, bermula dari laporan orang tua yang ditipu mengenai adopsi anak melalui Facebook. Tak punya hati, bayi yang akan menjadi penerus generasi bangsa malah menjadi korban perdagangan manusia.
Latar belakang munculnya kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku kejahatan dan korban karena beberapa hal, seperti terkikisnya ketakwaan, kemiskinan, kurang mendapat akses pendidikan, keluarga tidak harmonis, hilangnya fungsi ayah dan ibu, terpapar konten pornografi, gaya hidup borjuis, dsb..
Akar Masalah
Berbagai permasalahan yang menimpa anak Indonesia tidak boleh terjadi lagi dan harus segera diselesaikan. Sayangnya hal ini akan sulit dibenahi jika negeri ini masih memilih sistem hidup yang salah. Terjadinya berbagai kasus yang membuat anak Indonesia menderita adalah dampak dari kegagalan pembangunan ekonomi ala kapialisme dan hasil dari berbagai kebijakan politik ala demokrasi. Penerapan sistem kapitalisme dan demokrasi adalah akar masalah yang harus dicabut jika nasib anak Indonesia ingin lebih baik.
Penerapan sistem hidup ala kapitalisme demokrasi telah memunculkan kemiskinan, kebodohan, kejahatan, hingga hilangnya nurani manusia. Sistem ini juga telah menyebabkan pelaku—baik dari kalangan anak-anak maupun dewasa—abai dan tidak takut terhadap aturan-aturan agama. Tak hanya itu saja, sistem kapitalisme demokrasi telah membuat tekanan hidup makin besar sehingga membuat gelap mata dan mengakibatkan tak ada ruang yang mampu menjaga dan menjamin keselamatan anak.
Anak Indonesia Bisa Bahagia
Kebahagiaan hidup seharusnya bisa dinikmati oleh setiap manusia termasuk anak. Hal tersebut bisa terjadi jika masyarakat, khususnya kaum muslim, menyadari bahwa sistem yang mampu membuat mereka bahagia dan terlindungi adalah penerapan Islam secara kafah. Islam akan membangun sistem ekonomi yang tidak hanya menguntungkan kaum elite—pengusaha dan penguasa saja. Syariat Islam akan memerintahkan para penguasanya memperhatikan kaum menengah ke bawah agar kebutuhan hidupnya terpenuhi, menyediakan lowongan pekerjaan yang tidak menyalahi syariat bagi para lelaki, membuka seluas-luasnya akses pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi rakyatnya secara gratis.
Para penguasa dalam sistem Islam adalah orang-orang bertakwa yang mereka takut jika lalai terhadap urusan-urusan umat dan mengabaikan perintah dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.. Para penguasa dalam sistem Islam bukanlah penguasa yang berorientasi menumpuk kekayaan.
Islam juga akan menerapkan aturan hukum yang berat terhadap kejahatan dan kemaksiatan sehingga tidak terulang lagi kasus-kasus seperti tersebut di atas. Sejak dini akan ditanamkan pendidikan berdasarkan ketakwaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya sehingga tidak akan muncul bibit-bibit kejahatan sejak usia muda. Islam juga akan menjaga naluri para ibu untuk menyayangi anak-anaknya dan berkomitmen menjadikan anak-anaknya sebagai generasi emas yang akan membangun dan menjaga peradaban Islam.
Islam bukan sekadar agama yang berisi ritual ibadah dan akhlak saja, melainkan ajaran yang terkandung di dalamnya berbagai peraturan untuk mengatur hidup manusia termasuk mengatasi berbagai kejahatan yang menimpa anak. Sistem Islam mampu memuaskan akal manusia, ajarannya sesuai fitrah, dan mampu menenteramkan hati. Lalu, mengapa manusia khususnya kaum muslim meninggalkan Islam dan lebih memilih menerapkan kapitalisme demokrasi yang telah terang-terangan menjadikan anak sebagai korban dan pelaku kejahatan?
0 Komentar