Annisa
#Wacana — Kabar perihal penolakan mahasiswa Indonesia penerima beasiswa LPDP oleh beberapa universitas ternama di Belanda menjadi tamparan telak bagi sistem pendidikan dalam naungan kapitalisme.
Sebagaimana dilansir dari laman CNNIndonesia.com (07/07/2025), Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mengonfirmasi bahwa sejumlah universitas ternama di Belanda menolak mahasiswa Indonesia penerima beasiswa LPDP karena masalah biaya hidup yang dinilai tak mencukupi. Kendala yang terjadi karena beberapa kampus di Belanda menyoroti besaran tunjangan hidup (living allowance) yang diberikan LPDP, yang dianggap tidak sesuai dengan standar kebutuhan di negara tersebut.
Penolakan terhadap mahasiswa penerima beasiswa di sejumlah kampus ternama luar negeri mencerminkan bahwa sistem yang ada telah menjadikan ilmu pengetahuan sebagai barang mewah—hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berkecukupan secara ekonomi, bukan oleh mereka yang memiliki keterbatasan finansial.
Lembaga milik negara seperti LPDP seharusnya mampu membiayai pendidikan anak-anak bangsa di luar negeri. Ketika tunjangan hidup yang diberikan LPDP tidak sesuai dengan standar negara tujuan, jelas ini menunjukkan betapa lemahnya posisi kita saat ini dalam arena pendidikan global. Inilah wajah nyata saat negara ketergantungan dalam sistem kapitalisme.
Jika dibandingkan dengan sistem pendidikan dalam naungan Khilafah Islamiyah sangat jauh berbeda. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan pendidikan secara gratis, berkualitas, dan menyeluruh untuk setiap warga negara. Pendidikan dalam Islam bukanlah ladang komersial layaknya sistem kapitalisme, melainkan sarana untuk membentuk kepribadian Islam dan membangun peradaban. Ilmu yang mereka cari pun bukan untuk mendapat pekerjaan yang layak, gelar, atau gengsi, melainkan untuk sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah dan menerapkan syariat secara kafah.
Pendanaan untuk pendidikan dalam sistem Islam diperoleh dari baitulmal, melalui pos-pos pemasukan yang sah seperti fa’i, kharaj, jizyah, dan hasil pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, ada wakaf yang sangat besar untuk pendidikan dari individu rakyat yang kaya dan cinta ilmu.
Apabila dana di baitulmal telah habis atau tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan pendidikan yang mendesak, sementara sumbangan dari kaum muslim belum memadai, maka negara akan mewajibkan pungutan pajak (dharibah). Pajak ini hanya dikenakan kepada kaum muslim yang mampu dan jumlahnya terbatas sesuai kebutuhan dana yang diperlukan.
Maka kasus mahasiswa ditolak hanya karena tunjangan hidup kurang sesuai, itu tidak ada dalam sistem Islam. Sebab, negara akan memfasilitasi seluruh keperluan penuntut ilmu, termasuk ke luar negeri bila perlu, demi kemaslahatan umat. Pendidikan adalah hak dasar setiap generasi. Itulah mengapa negara Khilafah memberikan perhatian besar terhadap sektor pendidikan yang merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi dan dapat diakses oleh setiap generasi, sebab pendidikan adalah pilar utama dalam membangun peradaban yang unggul.
Dengan demikian, Khilafah menunaikan tanggung jawabnya sebagai pelaksana sistem pendidikan dengan memastikan setiap generasi memperoleh hak pendidikannya secara utuh, menikmati kenyamanan selama menempuh proses belajar, serta menjamin kesejahteraan para pendidik. Seluruh aspek ini dipenuhi guna memastikan sistem pendidikan Islam berjalan secara optimal dalam melahirkan generasi yang bertakwa, berilmu, dan mampu memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia.[]
0 Komentar