Sarjana Serbu Lowongan PPSU, Lowongan Pekerjaan Abu-Abu?

 


Nurjanah Triani


#Wacana — Gelombang PHK massal masih menjadi momok menakutkan untuk berbagai kalangan. Tumbangnya perusahaan dari berbagai bidang mengakibatkan lahirnya jutaan pengangguran. Tak hanya itu, lulusan baru yang sedang mencari pekerjaan pun makin terhimpit dengan jutaan saingan pengangguran baru korban PHK massal tersebut. Seperti yang terjadi baru-baru ini, lowongan pekerjaan Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) diserbu ratusan pelamar dari berbagai kalangan, banyak di antaranya yang merupakan lulusan sarjana.


Alih-alih mencari pekerjaan sesuai taraf pendidikan, kebanyakan di antaranya berpikir untuk mendapatkan pekerjaan secepatnya guna memenuhi kebutuhan. Memang, kebutuhan yang terus berjalan perlu dipenuhi. Tak heran, di tengah minimnya lowongan pekerjaan yang tersedia, lowongan yang tak sesuai pun dikejar oleh banyak pelamar. 


Peran Negara


Janji tinggal janji, 19 juta lowongan pekerjaan yang dinanti tak kunjung menghampiri. Kampanye yang dahulu digaungkan seketika sunyi. Bagai jatuh tertimpa tangga, masyarakat yang menanti 19 juta lowongan pekerjaan justru dihadapkan oleh tumpahnya jumlah pengangguran baru dari PHK massal. 


Masyarakat tumpah ruah memperebutkan pekerjaan dan sudah tak mementingkan tingkat pendidikan. Tak ada jalan lain yang cepat untuk memenuhi kebutuhan, maka pekerjaan apa pun dikejar habis-habisan. 


Negara seharusnya melihat ini sebagai peristiwa yang memilukan hati. Lembaga yang terkait diharapkan segera menemukan solusi dalam fenomena ini. Jangan sampai mereka yang memiliki ilmu dalam jenjang pendidikan yang tinggi, tak dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini.


Solusi


Banyak hal yang dapat dilakukan oleh lembaga negara. Bercermin pada sejarah Islam dalam menangani kasus kemasyarakatan, permasalahan pengangguran sudah lebih dulu dituntaskan oleh sistem Islam. 


Negara Islam memberikan pelatihan-pelatihan untuk menambah skill— keahlian di berbagai bidang secara gratis. Negara juga memfasilitasi dan menyalurkan minat bakat masyarakat serta mendorong mereka untuk menciptakan hal-hal baru.


Bagi mereka yang memiliki minat dalam bidang ilmu dan teknologi, negara memberikan dukungan pembelajaran serta fasilitas untuk digunakan hingga warga negara dapat menciptakan teknologi dari ilmu yang dipelajarinya. Dari hal tersebut, teknologi itu akan dihargai dengan harga yang fantastis sebagai bentuk penghargaan.


Di bidang lain, negara siap menyediakan lahan untuk mereka yang ingin bertani menyuburkan tanah. Masyarakat yang dapat menggarap tanah akan diberikan keleluasaan untuk mengelola tanah yang tak digarap pemilik sebelumnya. Ia dapat menikmati hasil dari tanah yang digarapnya. 


Tak ada ilmu yang disia-siakan dalam sistem Islam. Semua ilmu yang didapatkan oleh warga negara merupakan aset yang akan dihargai. Bahkan jika seseorang menulis sebuah buku yang bermanfaat, buku tersebut akan dihargai dengan emas seberat buku yang ditulisnya. Warga negara hanya tinggal memilih minat bakat apa yang ingin mereka kembangkan, negara yang akan maju mendukung jika dinilai hasilnya membawa kemashlahatan. Dukungan bukan sekedar dukungan, melainkan penghargaan setinggi-tingginya untuk warga negara yang memanfaatkan ilmu yang dimiliki dalam pekerjaan yang menghasilkan manfaat untuk umat.[]

Posting Komentar

0 Komentar