Menyoal Legalisasi Miras di Negeri Muslim







Siti Rima Sarinah


#Bogor — Indonesia sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seharusnya masyarakat mendapatkan jaminan makanan dan minuman yang halal untuk dikonsumsi. Namun sayangnya, di negeri ini kita banyak melihat swalayan, supermarket, dan toko online menjual makanan dan minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Minuman keras (miras) adalah contoh minuman yang diharamkan, justru beredar bebas secara online di negeri ini. 


Penjualan miras secara online marak terjadi di Kota Bogor. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Walikota Bogor Jenal Mutaqin. Ada 17 ribu botol miras di Kota Bogor dimusnahkan di Mako Polresta Bogor. Miras tersebut didapatkan dari hasil sitaan Pemkot Bogor dan Polresta Bogor sejak bulan Maret sampai bulan Juli 2025. Untuk menindaklanjuti hal ini, Pemkot akan memanggil pemilik aplikasi miras online dan meminta agar aplikasi lebih selektif lagi terhadap penjualan barang-barangnya di Kota Bogor (tribunnews, 09/07/2025).


Berharap Kota Bogor terbebas dari miras adalah hal yang mustahil, karena pada faktanya pemerintah pusat tidak melarang miras tapi hanya mengatur peredarannya. Pada pasal 7 Perpres 74/2013 masih eksis berlaku hingga saat ini. Termasuk pasal 77 ayat 2 UU Cipta Kerja yang telah mencabut Perpres No. 76 Tahun 2007 dan Perpres No. 44 Tahun 2016 yang menempatkan industri miras sebagai salah satu bidang usaha tertutup untuk investasi.


Surat keterangan Penjualan Langsung (SKPL) merupakan dokumen resmi yang dilegalkan oleh negara bagi pelaku usaha yang berencana menjual minuman beralkohol. Dengan adanya SKPL ini, maka negara akan menjamin legalitas penjualan miras dan menjadi bukti bahwa pelaku bisnis berkomitmen terhadap kepatuhan regulasi yang berlaku. Minuman beralkohol juga dikelompokkan menjadi 3 golongan. Golongan A dengan kadar alkohol hingga 5%, golongan B kadar 20% dan golongan C kadar 20-55%. Untuk golongan C hanya dapat dijual di hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang pariwisata.


Berdasarkan fakta di atas, bagaimana mungkin pemerintah daerah bisa menghentikan peredaran miras di wilayahnya? Sementara peraturan dari pemerintah pusatlah yang berkuasa untuk mengatur peredaran miras tersebut. Walaupun keinginan dari pemerintah daerah untuk memberantas narkoba, tetapi hal ini hanyalah ilusi tanpa bisa direalisasikan. Sebab, miras menjadi bisnis yang sangat menggiurkan. Dengan adanya regulasi kebijakan yang tercantum pada UU menunjukkan pemerintah pusat hanya memikirkan nasib para pelaku usaha miras. Tidak dipungkiri pemerintah pusat mendapatkan keuntungan dari remahan pajak miras. Hal inilah yang menyebabkan maraknya peredaran miras di tengah masyarakat, karena mudah untuk mendapatkannya.


Inilah potret apabila negara menjadikan kapitalisme sebagai asasnya. Negara memandang miras bukan sebagai minuman yang diharamkan, melainkan sebagai benda bernilai ekonomis yang digandrungi oleh masyarakat maupun wisatawan yang berlibur di Indonesia. Tentu yang paling diuntungkan dalam hal ini tentu produsen miras yang bisa mendapatkan kentungan penjualan dan pemerintah mendapatkan pajak. Inilah hubungan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan di antara mereka.


Berbagai macam upaya yang dilakukan untuk memberantas miras hingga ke akar-akarnya, tidak akan menuai hasil apa pun selama sistem kapitalisme menjadi landasan lahirnya beragam aturan dan kebijakan di negeri ini. Sehingga hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari jeratan miras, narkoba, dan yang sejenisnya yaitu harus dilarang secara permanen dengan hijrah ke sistem yang lahir untuk menjaga akal dan jiwa manusia (sistem Islam/Khilafah). 


Menjaga akal dan jiwa manusia merupakan salah satu prioritas perkara yang sangat dijaga dalam Islam. Oleh karena itu, Khilafah dengan tegas mengharamkan miras tanpa celah dan memberikan sanksi yang berat kepada orang-orang yang terlibat dalam produksi, distribusi, dan konsumsi miras. 


Allah pun melaknat peminum dan penjual miras yang tercantum dalam hadis Nabi saw. yang artinya, ”Allah melaknat khamar (minuman keras), orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarkannya dan orang yang meminta diantarkan.” (Hadis Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar)


Begitu kerasnya Allah Swt. mengecam orang-orang yang terlibat dengan miras karena begitu besar kerusakan yang diakibatkan dari kehadiran miras di tengah umat manusia. Bahkan miras dikatakan sebagai sumber lahirnya berbagai macam kemaksiatan dan kejahatan yang ada di muka bumi ini. Oleh karena itu, Islam dengan seperangkat aturannya menjaga manusia dari miras dan sejenisnya. Agar umat manusia bisa menjalankan aktivitas kehidupan sesuai tujuan penciptaannya sebagai seorang hamba yang senantiasa taat dan patuh pada aturan Allah Swt.. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar