Siti Rima Sarinah
#Bogor — Mewujudkan lingkungan masyarakat yang aman dan tertib menjadi salah satu tugas pemerintah. Karena dengan lingkungan yang aman dan tertib, masyarakat akan merasa tenang dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari tanpa ada rasa takut dan khawatir. Untuk merealisasikan ketertiban dan keamanan lingkungan masyarakat, Pemkot Bogor berkomitmen untuk memperkuat peran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dengan menambahkan 50 personil baru. Penambahan personel ini akan mengambil anggaran dari APBD perubahan tahun 2025.
Wakil Walikota Bogor Jenal Mutaqin menyatakan bahwa masyarakat menaruh harapan besar kepada Satpol PP untuk menegakkan ketertiban dan keamanan umum. Sehingga penambahan personil ini diharapkan akan bertindak cepat dalam merespon keluhan masyarakat, membantu menyadarkan masyarakat untuk tertib dan teratur dengan memberikan edukasi ke masyarakat setiap hari (radarbogor, 16/06/2025).
Jika kita melihat dengan cermat, ada kesamaan antara tugas Satpol PP dan tugas kepolisian saat ini, yakni untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum, yang notabene merupakan bagian dari tugas kepolisian. Sehingga keberadaan Satpol PP menjadi tumpang tindih dengan tugas kepolisian. Seharusnya keberadaan polisi saja cukup untuk melakukan patroli dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum di tengah masyarakat. Polisi bukan hanya menunggu laporan tindak kriminal dari masyarakat, tetapi juga berfungsi untuk mencegah terjadinya tindakan kriminal dan memberikan sanksi kepada orang yang melanggar aturan.
Namun fakta yang terjadi, jarang sekali kita melihat polisi melakukan patroli untuk memastikan keamanan dan ketertiban umum terwujud di tengah masyarakat. Apalagi mengatur kemacetan yang kerap kali terjadi di Kota Hujan. Polisi tidak terlihat untuk mengatur dan menertibkan agar tidak terjadi kemacetan. Walaupun dikatakan bahwa polisi adalah sahabat dan pengayom masyarakat, tetapi realisasinya tidaklah demikian. Maraknya terjadi kasus kriminalitas dan berbagai kasus kejahatan di lingkungan masyakat tidak akan diketahui oleh polisi kecuali ada aduan dari masyarakat. Bahkan terkadang masyarakat enggan untuk melaporkan kejahatan yang terjadi, karena lambannya gerak kepolisian untuk menuntaskan berbagai tindak kejahatan tersebut.
Inilah potret kepolisian dalam sistem kapitalisme, yang tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal. Bahkan tugas polisi banyak diambil alih oleh masyarakat sipil yang membantu menertibkan kemacetan di jalan raya. Walaupun di jalan-jalan utama kita banyak melihat pos polisi yang dilengkapi dengan ruangan ber AC dan TV, akan tetapi mereka terlihat jarang sekali membantu mewujudkan ketertiban umum khususnya di jalan raya.
Maka, penambahan personil Satpol PP hanyalah pemborosan anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan tugas kepolisian dengan benar. Tidak ada seorang polisi pun yang boleh hanya duduk-duduk di pos atau kantor polisi hanya untuk menerima aduan dari masyarakat. Polisi juga melakukan patroli 24 jam secara bergiliran untuk memastikan pencegahan dan antisipasi dari berbagai bentuk kejahatan baik yang terjadi di tengah pemukiman masyarakat, di tempat atau fasilitas umum seperti pasar, alun-alun, dan taman, bahkan di jalan raya. Sudah selayaknya polisi hadir di sekitar masyarakat.
Pengoptimalan tugas polisi ini akan terlihat jelas dan terwujud realitasnya di tengah masyarakat hanya dalam sistem Islam (Khilafah). Syurthoh (polisi) dalam Islam merupakan pasukan yang dibentuk oleh Khalifah atau Wali (gubernur) untuk menjaga keamanan dan melindungi aturan, menangkap pelaku kejahatan, dan tugas administratif yang menjamin keselamatan dan ketenangan rakyat. Syurthoh juga memiliki peran penting serta menjadi kekuatan utama untuk menjaga keamanan di dalam negeri dari berbagai ancaman dan gangguan. Seperti pencurian, perampokan, pergaulan bebas, pelecehan ataupun zina, pemurtadan, dan lain sebagainya.
Dalam aturan Islam, syurthoh wajib menjalankan tugasnya sesuai hukum syariat. Mereka haram untuk mematai-matai rakyat, melakukan penyadapan, meretas ponsel, email dan lain sebagainya dengan alasan kejahatan. Polisi hanya boleh mematai-matai mereka yang terkategori orang yang diduga akan menimbulkan bahaya bagi masyarakat dan negara (ahlu ar riyab). Selain itu polisi juga diharamkan untuk menimbulkan ketakutan terhadap masyarakat dengan melakukan perbuatan semena-mena seperti memukuli warga, menembakkan gas air mata apalagi membunuh tanpa alasan yang jelas.
Yang terpenting, Khilafah mencetak para syurthoh selayaknya prajurit pilihan terbaik, bahkan lebih menonjol daripada tentara, karena yang dihadapi bukanlah musuh di medan perang, melainkan kemungkaran yang terjadi di tengah masyarakat. Perlu keahlian, kedisiplinan, dan kesabaran yang tinggi. SDM yang dipilih menjadi syurthoh bukan hanya sehat badannya atau memiliki keterampilan fisik, melainkan juga mereka adalah sosok individu-individu yang memiliki pribadi bertakwa. Selain memiliki pribadi yang bertakwa, mereka adalah orang-orang yang tsiqoh (berpegang teguh) terhadap agamanya, tegas dalam menegakkan kebenaran dan hukum, waspada dan tidak mudah diberdaya ataupun dibodohi. Sifat-sifat inilah yang menjadi landasan utama dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak mudah tergiur dengan harta dan jabatan atau mau menerima suap dari siapa pun.
Para syurthoh mengazamkan diri sebagai penegak kebenaran dan keadilan, dan hanya taat dan patuh terhadap hukum syariat, semata-mata menginginkan rida dan pahala dari Allah Swt.. Jika polisi yang hadir di tengah kehidupan kita saat ini adalah potret syurthoh yang dilahirkan dalam sistem Khilafah, maka bisa dipastikan semua bentuk kejahatan dan kezaliman bisa diberantas sampai ke akar-akarnya. Sekalipun yang melakukannya adalah seorang penguasa dan para pejabat negara, wajib mendapatkan sanksi yang setimpal. Karena dalam Islam tidak berlaku sistem kebal hukum. Siapa pun yang melanggar akan mendapatkan sanksi yang berat. Wallahua’lam.
0 Komentar