Hanin Syahidah
#CatatanRedaksi — Lagi, kelakuan anggota dewan bikin rakyat meradang. Kali ini mereka joget-joget setelah sidang. Dilansir dari tempo.co (22/08/2025), tingkah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berjoget ketika Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR–DPD menjadi sorotan publik belakangan ini. Ratusan legislator Senayan itu berjoget-joget mengikuti iringan lagu daerah, Sajojo dan Fa Mi Re di sesi penutupan sidang yang dihelat pada Jumat, 15 Agustus 2025. Seolah tak tahu malu dan berempati dengan apa yang dialami rakyatnya, mereka bergembira ria di atas penderitaan rakyat.
Kondisi rakyat hari ini terlilit beban hidup yang berat, pengangguran di mana-mana karena banyak PHK, daya beli turun, kebijakan pajak yang mencekik, supremasi hukum acak-acakan, hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. Bahkan yang terbaru masalah royalti lagu, kicauan burung, hingga murotal Al-Qur'an yang membuat pelaku usaha ketar-ketir. Salah satunya Mie Gacoan di Bali yang sudah kena imbasnya. Kebijakan ini dikeluhkan oleh pemilik usaha cafe, hotel, rumah makan, dan lainnya. Bahkan PO bus antar kota, mereka tidak berani memutar aneka lagu, suara burung/alam, dan murotal karena khawatir jebakan royalti.
Mirisnya, baru-baru ini publik dihebohkan dengan besaran gaji dan tunjangan anggota dewan yang fantastis dihitung-hitung netizen mencapai lebih dari 100 juta per bulan, termasuk di dalamnya adalah tunjangan beras yang mencapai 12 juta per bulan, tunjangan bensin 7 juta per bulan, dsb. Yang lebih mengejutkan lagi semua gaji anggota dewan itu bebas dari PPh di tengah kondisi rakyat yang harus megap-megap tercekik pajak padahal gaji hanya numpang lewat.
Seolah hilang empati dan kewarasan mereka terhadap rakyat, pas masa pemilu mereka bersikap manis dan berperilaku semenarik mungkin untuk menarik rakyat, agar bisa terpilih. Namun, setelah mereka terpilih dan duduk di kursi empuk gedung dewan dan istana, ucapan nyinyir dan menyakiti hati kerap mereka lontarkan kepada rakyat. Contoh, ketika warganet mengkritik anggota dewan joget-joget di tempat sakral gedung dewan harusnya mereka meminta maaf dan mengoreksi tingkah polah aneh mereka, tapi mereka malah menantang akan konser musik layaknya nge-DJ di kantor partainya.
Begitulah, aneka kesulitan rakyat seolah tidak lagi mengguncang istana dan gedung dewan yang terhormat. Mereka tutup mata dan telinga dengan penderitaan rakyat dalam kondisi yang berat hari ini. Karena rasa sakit rakyat tidak mereka rasakan, mereka sibuk duduk di kursi empuk, naik mobil mewah, bahkan tinggal di istana atau komplek perumahan dewan yang semua bebas tagihan listrik dan tagihan air, termasuk juga bebas tagihan pendidikan dan kesehatan.
Sungguh kondisi hidup para pejabat ini memang akan terus begini ketika sistem hidup kapitalisme demokrasi buatan manusia hari ini terus ada. Sistem yang melihat kekuasaan dan jabatan sebagai priveledge (keistimewaan) bahkan tidak jarang akan menindas dengan kesombongan. Kondisi layaknya hukum rimba siapa yang kuat maka dia yang berkuasa—jangan harap rakyat kecil yang tidak mempunyai sedikit pun kekuasaan, bisa dipastikan posisinya lemah. Ini fakta yang terjadi saat ini.
Hal yang sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam jabatan/atau kekuasaan yang didapat seseorang adalah bencana, karena tanggung jawab yang berat di hadapan Allah. Masih sangat lekat dalam ingatan kita bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab yang hanya tinggal di bawah pohon kurma bukan di istana. Bahkan tatkala nama Abdullah anak Umar bin Khattab masuk dalam bursa pemilihan Khalifah, Umar meminta agar nama anaknya dicoret dari pemilihan dengan ungkapan, "Cukup 1 Umar yang menjadi bencana bagi keluarga Khattab jangan ada lagi yang lainnya." Ketika itu, Umar mengemban amanah itu sebagai amanah yang sangat berat untuk dipikul dan juga tidak main-main.
Prinsip Khalifah Umar ketika itu adalah "Umar tidak akan tidur sampai semua rakyatku kenyang", beda dengan hari ini para pejabat itu kenyang padahal rakyat sedang lapar. Mereka bahkan berani korupsi demi untuk memuaskan nafsu dunianya. Sungguh sudah saatnya umat Islam sebagai penghuni mayoritas bumi ini untuk kembali ke fitrahnya, yakni mengambil sistem hidup alternatif Islam kafah dalam bingkai Khilafah yang mensejahterakan karena pelaksanaan aturan hidup Islam didasari ketundukan kepada Allah Swt. yang kelak siapa pun kita sebagai rakyat atau pejabat tidak akan pernah luput akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar