Nurjannah
#Wacana — Masih
bergulir, genosida yang tiada henti dilakukan oleh Zionis Yahudi. Makin keji,
caranya makin tidak manusiawi. Bak manusia tak bernurani, permainan nyawa tak
lagi berarti. Gaya baru pun dirancang, menginginkan makin banyak nyawa yang
tumbang. Seolah menjadi ajang, sarana pemuas kezaliman para pecundang.
Penjajah !srahell memblokade
jalur seluruh Gaza agar terguncang kelaparan hebat. Bala bantuan terhambat,
bahkan memasuki wilayahnya pun tak sempat. Kini Gaza berada di masa darurat,
terus menghadapi Zionis Yahudi yang bejat. Penjagaan yang ketat, bantuan hanya
diusahakan mengapung di lautan agar bisa melesat lewat.
Mandulnya fungsi
PBB adalah gambaran nyata keberpihakan mereka pada siapa. Genosida di depan
mata, tapi mereka bungkam seribu bahasa. Tak mengindahkan kematian banyak jiwa,
hanya diam tanpa suara. Para pemimpin muslim pun tak jauh sama, menutup mata
dan telinga. Hanya kecaman demi kecaman yang diterima, apakah cukup untuk
menyelamatkan Gaza ?
Zionis Yahudi
memiliki Amerika Serikat sebagai sang pembela, pemberi hak veto untuk melakukan
segala. Sebagai negara adidaya, membungkam negara-negara menggunakan berbagai
cara. Demi merenggut wilayah Gaza dan kawasannya. Tak terkecuali Indonesia,
segera patuh memberikan data rakyatnya demi persenan pajak yang sewaktu-waktu
tetap bisa naik juga.
Ke mana perginya
kaum muslim dan kekuatannya? Hilang ditelan propaganda yang ada. Larut dalam
buaian fatamorgana hingga kehilangan rasa iba. Tak terasa, bagian satu tubuhnya
remuk cedera. Terlalu banyak menelan tawaran demi tawaran dari Barat yang tak
sesuai syariat-Nya. Hingga lupa, bahwa hanya perlu kembali pada aturan-Nya
untuk bangkit menyatukan asa.
Para pemimpin
muslim seolah masih dalam tidur panjangnya. Tak terusik dengan dentuman bom dan
limpahan darah yang mengalir nyata. Miris, tak terukur seberapa besarnya rasa
kecewa yang dirasa oleh rakyat Gaza kepada para penguasa muslim yang hanya diam
saja melihatnya. Arab dan jajarannya seolah buang muka, selama kawasannya tak
ada marabahaya, ia bergeming tanpa suara. Meski kekayaannya mampu memfasilitasi
perlindungan Gaza, tapi ia tak melakukannya.
Bantuan
kemanusiaan bukan lagi jalan bertahan karena tak mampu sepenuhnya menuntaskan
penderitaan. Rakyat Gaza tak hanya butuh makan, tapi butuh perlindungan. Makan
dan pakaian memang mereka perlukan, tapi rasa aman jauh mereka rindukan.
Menjalankan ibadah dengan tenang masih mereka dambakan, tak hanya rasa lapar
yang ingin mereka tuntaskan.
Kembali pada
Ajaran-Nya
Menelan racun ada
penawarnya, menelan propaganda pun ada obatnya. Racun propaganda yang
menggerogoti kaum muslim, makin hari makin merapuhkan kekuatannya. Umat Islam
tersandung propaganda, yang isinya hanya ilusi semata. Kemenangan sesaat yang
mereka dapat, dan hanya dinikmati oleh para penguasa pengkhianat.
Rakyat penuh
kebingungan. Rasa resah menghantui setiap diri, melihat kematian dan kelaparan
ekstrem yang tiada henti. Namun, seolah tanpa pegangan, tak tahu apa yang harus
dilakukan. Banyak yang melangkah tanpa kepastian, berujung hanya bisa memberi
bantuan yang kadang tak juga tersampaikan.
Umat Islam hanya
perlu dibangkitkan. Dari tidur panjang, agar memiliki kekuatan. Persatuan umat
adalah kunci pergerakan. Di mana semua kekuatan dapat disatukan. Kekuatan
akidah yang kokoh tak terkalahkan, saat persatuan umat berhasil diwujudkan.
Kembali pada
ajaran-Nya. Contoh baginda Rasul sudah menjadi sejarah nyata, bahwa kekuatan
akidah mampu menjadikannya khalifah di dunia. Solusi Palestina hanyalah
persatuan umat seluruh dunia. Pembebasannya akan mudah dilakukan dengan jihad
dalam tegaknya negara Islam. Sebab perlindungan nyata dan kekuatan tercipta
tatkala umat muslim memiliki satu komando yang sama. Tak lagi tercerai-berai,
bersatu di jalan yang sama dengan misi yang sama.[]
0 Komentar