Rekening Nganggur di Bekukan, Nasib Rakyat di Pertaruhkan?

 



Shiha Utrujah

 

#Wacana — Masyarakat Indonesia kembali diterpa oleh kebijakan kontroversial PPATK terkait penghentian rekening tidak aktif secara kolektif. Pada Juli 2025, PPATK memblokir sekitar 31 juta rekening dormant yang berisi sekitar Rp6 triliun. Kebijakan ini diambil berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yang memberikan PPATK wewenang untuk melakukan analisis dan pemblokiran transaksi keuangan yang mencurigakan. Namun, banyak pihak yang merasa bahwa kebijakan ini perlu dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat tidak dilanggar.

 

Penghentian rekening ini juga bertujuan untuk memperbarui informasi kepada nasabah, ahli waris, atau perusahaan bahwa rekening tersebut masih tercatat dan aktif secara administratif, meskipun sudah tidak digunakan. Kebijakan ini diterapkan guna meningkatkan integritas dan melindungi sistem keuangan Indonesia dari potensi risiko (cnnindonesia.com, 28/07/2025).

 

Tindakan ini menuai kritik tajam karena dinilai tidak transparan dan membangkitkan kekhawatiran masyarakat.  Bahkan pemblokiran rekening ini dilakukan sebelum adanya keputusan hukum yang definitif. Rekening dormant diblokir, padahal orang menyimpannya untuk tujuan keamanan dan tidak ingin diganggu. Uang yang diperoleh dari keringat rakyat malah diburu. Sementara itu, kekayaan alam yang bernilai besar dijual dengan murah. Pemerintah membiarkan kekayaan alam kita dieksploitasi seperti minyak bumi, gas, mineral, dan hasil hutan, seharusnya menjadi anugerah bagi bangsa dan negara—yang menikmati malah asing dan aseng.

 

Dalam sistem pemerintahan kapitalisme memang dibentuk lembaga yang diperuntuk untuk melakukan tekanan-tekanan tertentu. Fungsi negara dalam kapitalisme justru melakukan berbagai hal-hal yang pada akhirnya merugikan dan menyengsarakan rakyat. Bahkan  merampas apa  yang menjadi milik rakyat tanpa hak dan  kewenangan lembaga hukum yang sifatnya memihak kepada yang benar apalagi memihak kepada rakyat lemah. Maka, notabene dalam sistem kapitalisme bisa dilakukan dengan mudah dan bertindak semaunya melakukan pemblokiran terhadap rekening warga.

 

Dalam perspektif Islam, pembahasan tentang hukum kepemilikan peraturannya datang langsung dari Pencipta. Mana kepemilikan yang boleh dimiliki individu dan mana yang tidak, serta mana yang boleh dimiliki negara dan mana yang merupakan milik umum. Sistem Islam menyelesaikan  status kepemilikan sesuai yang ditetapkan Allah Swt.  dan hadirnya fungsi negara secara benar sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

 

Dalam pandangan Islam, ditetapkan tiga status kepemilikan. Pertama, aset negara yaitu properti yang bukan dimiliki pemilik pribadi dan yang di atasnya terdapat aset negara seperti gedung milik negara. Berdasarkan klasifikasi ini, maka tidak diperbolehkan bagi individu untuk memiliki properti publik meskipun telah diberikan hak guna usaha oleh pemerintah. Kedua, aset publik seperti sumber daya alam—kekayaan laut, dan sumber daya mineral. Islam melarang penguasaanya pada individu, swasta, asing maupun aseng. Wajib dikelola oleh negara dan dikembalikan hasilnya demi kepentingan rakyat.

 

Ketiga, harta yang boleh dimiliki individu seperti uang tabungan, lahan pertanian, ladang, kebun, dan sebagainya. Sikap yang dilakukan PPATK yang bekerjasama dengan lembaga perbankan merupakan pelanggaran terhadap hak milik individu. Sebab, di dalam Islam harta pribadi dilindungi secara kuat berdasarkan sabda Rasulullah, "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram untuk dilanggar sebagaimana haramnya hari ini kalian di bulan ini dan di negeri ini." (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

 

Berdasarkan hadis ini, maka tindakan melakukan pemblokiran rekening tanpa bukti dan tanpa proses hukum yang adil adalah pelanggaran terhadap kepemilikan individu. Tindakan memblokir sepihak tanpa keputusan pengadilan tentu adalah bentuk kezaliman secara administratif.

 

Dalam perspektif Islam, eksistensi bank sentral tidak bertujuan untuk menciptakan otoritas yang otoriter. Namun, seharusnya lebih memprioritaskan penjaminan kesetaraan bagi seluruh anggota masyarakat. Dalam negara Islam, negara berfungsi untuk melayani urusan masyarakat. Mengajarkan bahwa negara itu tugasnya adalah menjamin distribusi kekayaan dan keadilan setiap warga. Jadi secara singkat bisa kita lihat bahwa tindakan semacam ini tidak sejalan dengan prinsip syariat dalam Islam—adanya perlindungan mutlak terhadap pelanggaran hak milik.

 

Pengaturan inilah yang akan menjaga kepemilikan seseorang atas harta. Pun terhadap harta milik umum berupa tambang yang dikelola demi untuk kemaslahatan umat bukan malah diserahkan kepada korporasi atau pihak asing. Disamping prinsip kepemilikan, Islam juga akan memperkenalkan kepemimpinan yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat. Negara akan hadir untuk menjamin keamanan dan keadilan dalam kepemilikan harta, baik untuk individu maupun masyarakat. Bukan memalak rakyat dan mengkriminalisasi rakyat, apalagi merampas harta rakyat dengan jalan yang batil. Pemimpin dalam Islam akan melindungi hak milik pribadi dan memastikan bahwa kepemilikan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariat, sehingga lahirlah ketentraman dan ketenangan dalam hidup khalayak masyarakat.[]

Posting Komentar

0 Komentar