Siti Rima Sarinah
#MutiaraAl-Qur'an — Pemimpin laksana seorang ibu yang senantiasa menyayangi, mendidik, dan menjaga
anak-anaknya dengan sepenuh hati. Semua tugasnya dilakukan tanpa pamrih dan
balas jasa sedikit pun, karena hal tersebut adalah amanah yang telah dibebankan
kepadanya. Potret seorang ibu inilah yang seharusnya terwujud dalam sosok
pemimpin/penguasa yang hadir di tengah rakyat hari ini. Agar rakyat merasakan
perlindungan, keamanan,
dan hidup sejahtera dalam pengurusan pemimpin mereka.
Allah Swt. berfirman yang artinya, ”Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Muhammad) dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara
kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah ( Al Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Surah An-Nisa Ayat 59)
Ayat di atas menjelaskan tugas seorang pemimpin sebagai pelaksana hukum Allah
dan Rasul-Nya. Kekuasaan yang ada dipundaknya adalah amanah yang harus dijalankan
sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Seorang pemimpin yang diamanahi mengurusi
urusan rakyat wajib memperlakukan rakyat dengan makruf. Apabila ada rakyat yang
tidak setuju atas kebijakan atau aturan yang ditetapkan oleh penguasa, maka
dikembalikan pada Al-Qur'an dan sunah.
Setiap rakyat boleh menyampaikan pendapat atau aspirasinya terkait
kebijakan yang diberlakukan oleh penguasa. Apabila kebijakan itu ternyata
menzalimi rakyat, maka rakyat berhak menyampaikan pendapatnya dan berhak
mengoreksi sang penguasa. Karena rakyatlah yang menjalankan dan merasakan
dampak yang ditetapkan oleh pemerintah. Penguasa pun dengan penuh suka cita
menerima pendapat, aspirasi, kritik, dan saran rakyat kepada penguasa.
Sebab, hal tersebut menjadi salah satu tugas rakyat untuk memastikan pemimpin
mereka mengurusi rakyatnya sesuai aturan Al-Qur'an atau tidak.
Suasana amar makruf nahi mungkar yang terjalin dalam hubungan penguasa
dan rakyat terjadi
karena landasan sistem aturannya berdasarkan syariat Allah
Swt.
Rakyat bisa kapan saja memberikan aspirasi maupun pendapatnya tanpa
rasa takut atau khawatir—justru pemimpinnya akan sangat berterima kasih kepada rakyat yang
telah mengingatkannya akan hal-hal yang menyangkut amanahnya.
Berbeda halnya dengan potret pemimpin yang ada di tengah rakyat hari
ini. Begitu banyak kebijakan dan aturan yang membuat rakyat makin sengsara. Tak
tampak sedikit pun wajah pemimpin yang peka dan peduli terhadap nasib
rakyatnya. Tatkala rakyat menyampaikan aspirasinya kepada penguasa dan kroninya
dengan harapan mereka mau mendengarkan dan mau mengubah kebijakannya, justru rakyat
diperlakukan dengan sangat zalim. Mulut rakyat dibungkam dengan berbagai macam
cara, bahkan tak segan-segan menghilangkan nyawa rakyat yang tidak berdosa.
Padahal kekuasaan yang ada di tangan mereka adalah hasil suara rakyat, tetapi
mengapa setelah menjabat mereka enggan untuk mendengarkan suara/aspirasi
rakyat.
Inilah kezaliman nyata yang dihasilkan oleh sistem yang menihilkan
peran agama dari kehidupan. Sistem sekularisme telah mencetak penguasa dan
kroninya, tak memiliki hati nurani. Mata dan telinga mereka telah dibutakan
dengan kemilau kekuasaan dan fasilitas yang wah. Sehingga jeritan rakyat akibat
kezalimannya tak terdengar oleh mereka. Mereka terus menerus menindas rakyat untuk
memuluskan kepentingan mereka.
Mereka lupa bahwa kekuasaan yang ada di tangan mereka adalah
amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Nyawa-nyawa dan hak-hak
rakyat yang dirampas akan meminta balasan di hadapan Allah kelak. Mungkin saat
ini mereka bisa tertawa dan menari-nari di atas penderitaan rakyat, tetapi mereka
lupa azab yang pedih sedang menanti mereka sebagai balasan semua
pengkhianatan yang dilakukan kepada rakyat.
Kondisi ini seharusnya menjadi momen bagi seluruh umat Islam untuk
sadar dan bangkit keluar dari sistem dan kungkungan penguasa yang zalim. Sudah
tidak ada harapan lagi bertahan dalam sistem batil buah dari akal manusia yang
lemah. Makin lama berada dalam sistem rusak ini, makin binasa kehidupan umat
manusia. Karena sistem ini dipenuhi oleh hawa nafsu dan keserakahan manusia
yang tak memperdulikan apa pun selain kekuasaan dan harta.
Umat Islam adalah umat yang mulia, kita harus bangkit dan bersinergi
bersama terus menyuarakan opini dakwah
Islam. Agar Islam menjadi mafahim, maqayis, dan qanaat, sehingga umat hanya
menginginkan aturan syariat Islam kafah yang mengatur kehidupan umat manusia.
Islam sebagai obat mujarab untuk menyembuhkan manusia dari penyakit dan
berbagai persoalan yang dihasilkan oleh sistem sekularisme. Kemudian, senantiasa
yakin akan pertolongan Allah atas perjuangan untuk menegakkan kembali kalimat
la ilaha ilallah di muka bumi.
Untuk mengganti sistem yang batil dan rusak ini dengan sistem yang
berasal dari Zat Yang Maha Baik, harus dihadirkan kembali sosok pemimpin amanah yang senantiasa akan menjaga dan
melindungi rakyatnya dengan sepenuh hati, sebagai konsekuensi keimanan kepada
Rabb manusia. Pemimpin yang menyadari amanahnya sebagai pelayan bagi rakyat dan akan
melayani rakyat semata-mata ingin mendapatkan rida dan pahala dari-Nya.
Wallahualam.[]
0 Komentar