Protes Sunyi vs Jalan Terang Islam Kafah: Saat Simbol Tak Cukup Membongkar Kezaliman

 



 

Shazia Alma

 

#TelaahUtama — Simbol bajak laut dari One Piece tampak berkibar di seluruh negeri saat negeri ini memperingati kemerdekaannya, menunjukkan adanya kemarahan rakyat. Fenomena ini menjadi sorotan sejumlah media, salah satunya dengan judul “Bendera One Piece Berkibar di Bulan Agustus: Suara Sunyi dari Rakyat Kecil yang Letih oleh Penindasan". Pernyataan ini merupakan ungkapan kekecewaan atas ketidakadilan yang terus terjadi akibat kezaliman para penguasa dan sistem yang tak pernah membawa keadilan. (riliskalimantan.com, 30/07/2025)

 

Fenomena simbolik seperti ini karena rakyat tak punya saluran muhasabah. Pengibaran bendera One Piece, simbol dari bajak laut fiksi yang melawan “pemerintah dunia korup”, menjadi simbol keresahan sosial terhadap ketimpangan ekonomi, korupsi,  dan hukum yang tumpul ke atas.

 

Ekspresi keputusasaan, karena rakyat tidak punya saluran aman untuk menyampaikan kezaliman yang dirasakan dan diterima rakyat kepada penguasa. Padahal dalam Islam, rakyat tidak hanya boleh, tapi wajib mengoreksi penguasa ketika terjadi kemungkaran.

 

Protes simbolik seperti ini, meski menyentuh emosi, tidak akan pernah menyentuh akar persoalan. Kenapa? Karena sistem yang menyebabkan kezaliman tetap berdiri  —kapitalisme sekuler. Perlawanan rakyat macet dan terjebak dalam sistem kapitalisme. Kekuasaan dan hukum dikendalikan oleh elite pemilik modal. Rakyat dibebaskan marah, tapi tidak diberikan alat untuk mengganti sistem yang menindas mereka.

 

Kritik terhadap kapitalisme perlu untuk dipelajari agar solusi alternatif akan mudah dipahami. Seperti pendapat dua penulis ini: “Demokrasi adalah sistem yang memberi ilusi bahwa rakyat berkuasa, padahal keputusan sejati ada di tangan pemodal.” (Noam Chomsky, Manufacturing Consent). “Kapitalisme membuat rakyat lelah bertarung di sistem yang dibuat untuk tidak mereka menangkan.” (Chris Hedges, Death of the Liberal Class).

 

Sudah saatnya kita tidak hanya menangkap gejala, tapi mengajukan solusi nyata—Islam sebagai ideologi kafah. Rakyat butuh perubahan sistemik, bukan simbolik. Rakyat hari ini seperti dalam lingkaran setan demokrasi kapitalisme: korupsi terus terjadi; harga-harga naik; PHK dan pengangguran kian menggunung; hukum tumpul ke elite, tajam ke rakyat; koruptor tenang, rakyat tak senang. Namun, setiap kali muncul suara perubahan mendasar, negara cepat menindasnya.

 

Seperti dikatakan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Islam, hal. 82: "Demokrasi tidak lain adalah alat penjajahan ideologis dan hukum oleh kaum kapitalis. Pemilu hanyalah permainan untuk melanggengkan kekuasaan elite atas rakyat." Maka jelas perubahan tidak bisa datang dari dalam sistem ini. Harus ada alternatif yang benar, adil, dan berasal dari wahyu yaitu Islam sebagai sistem hidup.

 

Islam Kafah: Sistem Kehidupan yang Menjamin Keadilan

 

Sistem Islam kafah yang mengatur hubungan penguasa dengan rakyat, digambarkan dalam Ad-Daulah al-Islamiyah karya Syekh Taqiyuddin adalah Khilafah. “Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”

 

Negara Islam tidak tunduk pada logika pemodal atau voting, tapi terikat total pada Al-Qur’an dan Sunah. Pemimpinnya (khalifah) tidak bebas membuat hukum, tapi hanya menerapkan hukum Allah. Ini sangat kontras dengan kapitalisme, di mana undang-undang dibuat sesuai kepentingan elite.

 

Muhasabah Lil Hukm: Koreksi Penguasa adalah Kewajiban

 

Dalil Al-Qur'an Allah Swt. berfirman, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (Surah Al-Imran Ayat 104)

 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Jihad yang paling utama adalah berkata benar di hadapan penguasa zalim.” (Hadis Riwayat Abu Dawud, no. 4344, Tirmidzi, Ibnu Majah–Hasan Shahih) Ini adalah fondasi muhasabah lil hukm—bukan sekadar amar makruf nahi mungkar secara umum, tapi langsung ditujukan kepada penguasa.

 

Dalam Islam, rakyat dan ulama wajib mengoreksi penguasa yang zalim. Disediakan lembaga khusus: Mahkamah Madzalim, untuk memeriksa pelanggaran oleh pejabat, bahkan Khalifah. Ini diperkuat oleh Syekh Taqiyuddin dalam Muqaddimah ad-Dustur: “Rakyat memiliki hak untuk mengoreksi penguasa, karena kekuasaan adalah amanah, bukan milik pribadi.”

 

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menuliskan, Mengkritik penguasa dan menasihatinya adalah bagian dari agama, bahkan termasuk jihad yang paling utama jika dilakukan dengan niat yang ikhlas.” Imam al-Ghazali juga turut menegaskan, “Kerusakan rakyat berpangkal dari kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa berpangkal dari diamnya para ulama."

 

Jadi, ketika ulama dan umat tidak lagi melakukan muhasabah, atau muhasabah dibungkam, maka kerusakan sistemik akan merajalela—inilah yang terjadi hari ini.

 

Sistem Ekonomi Islam: Akar Keadilan Sosial

 

Kapitalisme menjadikan kekayaan berputar hanya pada segelintir orang. Tapi Islam menegaskan dalam Surah Al-Hasyr ayat 7, “Agar harta itu tidak beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” Sumber daya alam adalah milik umum, tidak boleh diswastakan. Negara wajib menyediakan layanan pokok: pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Syekh Taqiyuddin dalam Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menuliskan, “Pemerintah wajib menjamin kebutuhan dasar individu secara menyeluruh, dan kebutuhan kolektif masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan tanpa bayaran.” Maka, kemiskinan bukan karena nasib, tapi karena sistem batil. Islam punya sistem ekonomi adil yang menyelesaikan akar masalah.

 

Sistem Peradilan Islam: Hukum Tak Pandang Bulu

Korupsi dijatuhi hukuman tegas tanpa kompromi. Rasulullah ﷺ menegaskan, “Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 3475)

 

Dalam Khilafah, tidak ada diskon hukum bagi koruptor apalagi amnesti–abolisi. Hukum ditegakkan cepat, adil, dan transparan berdasarkan bukti dan pengadilan yang benar dan adil. Syekh Taqiyuddin menyusun Qanun al-‘Uqubat (Kitab Hukum Pidana) untuk menunjukkan bahwa Islam punya sistem sanksi tegas dan terstruktur.

 

Metode Perubahan: Dakwah Ideologis, Bukan Simbol Fiksi

 

Pengibaran bendera bajak laut hanya mencerminkan kebuntuan politik rakyat. Tapi Islam sudah menunjukkan metode perubahan hakiki melalui perjuangan Nabi ﷺ: 1) membina individu (at-tatsqif); 2) membentuk komunitas dakwah (at-takattul); 3) berinteraksi dengan umat dan elite untuk perubahan sistemik (at-tafa’ul ma’a al-ummah).

 

Ini bukan gerakan simbolik, tapi perjuangan nyata dan konsisten menegakkan syariat dan Khilafah, sesuai petunjuk wahyu (Allah) dan anutan aktivitas dakwah dari  Rasulullah saw..

 

Islam Kafah adalah Satu-satunya Jalan Keluar

 

Rakyat sudah letih. Protes tak digubris; pemilu tak menghasilkan perubahan; hukum hanya alat penguasa. Namun, solusi Islam kafah terus dikriminalisasi dan dijauhkan dari pembahasan publik. Padahal, hanya Islam-lah yang memiliki sistem lengkap, sahih, dan terbukti adil.

 

Maka sudah saatnya, umat meninggalkan ilusi perubahan dalam kapitalisme, beralih kepada perjuangan ideologis Islam kafah, dan menuntut diterapkannya sistem Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan di dalam negeri maupun luar negeri (sistem pemerintahan). “Barang siapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Surah Al-Maidah ayat 45)

Posting Komentar

0 Komentar