Sang Burung dari Surga yang Wajahnya Mirip dengan Nabi





Ruruh Hapsari


#Tarikh — Dahulu terdapat lima orang yang mempunyai wajah mirip Rasulullah saw. dan hidup sezaman dengan beliau. Mereka adalah Abu Sofyan bin al-Harist bin Abdul Muthalib, ia adalah anak paman sekaligus saudara sepersusuan beliau; lalu Qutsam bin Abbas bin Abdul Muthalib, ia adalah anak paman beliau. Kemudian, Said bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim, ia adalah kakek moyang Imam Syafi’i; lalu Hasan bin Ali yaitu cucu Rasulullah saw.; dan terakhir adalah Ja’far bin Abi Thalib yang merupakan saudara kandung Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.


Dalam Fadhail Ash-shahabah diberitakan bahwa Rasulullah saw. pernah menyatakan, ”Dan engkau wahai Ja’far, engkau serupa denganku dalam hal perawakan dan budi pekerti. Engkau diciptakan dari tanah yang dari sana aku diciptakan.”


Ja’far bersama istrinya, Asma binti Umais masuk Islam di tangan Abu Bakar ash-Shiddiq, mereka berislam jauh hari sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam menjadi pusat dakwah beliau.


Saat dakwah secara terang-terangan diperintahkan oleh Allah Swt., Rasulullah dan para sahabat menyuarakan dakwah bukan hanya pada saudara mereka, melainkan juga pada masyarakat Mekah. Hal ini tentu ditentang oleh pembesar Quraisy. Penyiksaan pun datang bertubi-tubi, Ja’far dan istrinya tidak luput dari penyiksaan tersebut.  


Dalam kesempitan tersebut turunlah Surah Al-Kahfi Ayat 16, “Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.”


Kemudian, turun pula Surah Az-Zumar Ayat 10 yang mengisyaratkan hijrah dan menyatakan bahwa bumi Allah Swt. sangat luas. “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”


Saat itu Rasulullah saw. sudah mengetahui di Habasyah terdapat seorang raja adil yang tidak akan teraniaya seorang pun di sisinya. Dengan demikian Rasulullah saw. memerintahkan beberapa kaum muslim untuk hijrah ke negeri Raja Najasyi tersebut.


Mengetahui kaum muslim mempunyai tempat yang aman, ada yang melindungi dan jauh dari Mekah, orang-orang Quraisy meradang dan tidak tinggal diam. Mereka mengirim dua orang juru bicara yaitu Amr bin al-Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah sebelum mereka masuk Islam agar sang raja mengusir rombongan kaum muslim dari negerinya. 


Akan tetapi, dengan sanggahan yang masuk akal dan beserta dalil yang kuat disertai kekuatan iman, sang raja justru lebih percaya dengan Ja’far. Akhirnya, tidak lama Raja Najasyi justru mengusir para utusan Quraisy tersebut untuk kembali ke negerinya. Ja’far beserta istrinya, Asma’ binti Umais tinggal di Habasyah cukup lama yaitu sekitar sepuluh tahun. Kemudian saat tahun ketujuh Hijriyah, Ja’far, istrinya beserta kaum muslim lainnya yang sebelumnya tinggal di Habasyah bertolak menuju Madinah yang saat itu kaum muslim baru saja datang dari peperangan Khaibar. 


Rasulullah saw. sangat bergembira atas kedatangannya, beliau mengatakan, ”Aku tidak tahu entah mana yang lebih menggembirakan aku, apakah kebebasan Khaibar atukah kedatangan Ja’far.” Bukan hanya Rasulullah saja yang bergembira atas kedatangan Ja’far, para fakir miskin juga menyambut kedatangan keduanya. Ja’far dikenal sebagai orang yang sangat penyantun terhadap kaum papa dan banyak membela mereka, sampai-sampai ia digelari sebagai Abil Masakin yaitu bapak dari orang-orang miskin.


Abu Hurairah pernah menceritakan bahwa Ja’far sangat baik pada golongan orang tak mampu, ia sering mengajak mereka untuk makan bersama di rumahnya, sehingga mereka pun makan bersama dan apabila makanannya telah habis, Ja’far memberikan kepada mereka pancinya, lalu mereka habiskan hingga kerak-keraknya.


Ja’far tidak lama tinggal di Madinah, saat tahun kedelapan Hijriyah panggilan jihad untuk memerangi pasukan Romawi di Muktah memanggil. Ja’far memandang bahwa peperangan ini merupakan peluang yang sangat baik dan satu-satunya seumur hidup untuk melakukan dua kemungkinan, yaitu meluaskan agama Allah Swt. dan mendakwahkan Islam termasuk bila beruntung mendapatkan syahid di dalamnya. Kemudian Ja’far menemui Rasululah saw. untuk mengambil bagian dari peperangan ini. 


Kerajaan Romawi mempunyai balatentara yang besar dan kuat didukung oleh perlengkapan persenjataan yang saat itu tidak dapat ditandingi oleh bangsa Arab maupun kaum muslim. Menghadapi mereka bukanlah merupakan pekerjaan yang ringan dan main-main. Walau demikian, hati Ja’far sangat rindu ingin ikut dengan peperangan kali ini.


Rasulullah saw. telah menunjuk Ja’far beserta dua sahabat lainnya yaitu Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah untuk menjadi panglima di medan pertempuran yang dahsyat tersebut. Sebelum pasukan berangkat, Nabi berpesan, ”Jika Zaid gugur, maka penggantinya adalah Ja’far. Apabila Ja’far gugur, penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah.” Rasulullah saw. kemudian memberikan bendera perang berwarna putih kepada Zaid bin Haritsah.


Dalam peperangan tersebut kaum Romawi menurunkan sebanyak 100.000 pasukan ditambah lagi 100 pasukan koalisi dari berbagai suku bangsa Arab lain, sehingga total pasukan musuh berjumlah dua ratus ribu orang. Sedangkan pasukan kaum Muslim hanya sejumlah 3000 pasukan, sungguh sangat timpang jumlahnya.


Dengan jumlah yang sangat tidak seimbang ini, pertempuran berlangsung dengan hebatnya, Zaid bertempur dengan gagah hingga terkena tombak musuh dan Zaid pun syahid. Kemudian bendera diambil alih oleh Ja’far, dia juga bertempur dengan gagah berani, tidak ada yang menandinginya.


Saat pertempuran makin hebat, ia terlempar dari atas kuda dan kudanya terkena tebasan senjata. Kemudian ia bertempur hingga tangan kanannya putus terkena senjata lawan, lalu bendera dipegang dengan tangan kirinya. Tangan kirinya pun ditebas musuh, lalu bendera ia lilitkan ke lengan bagian atas yang masih tersisa dan tetap ia berusaha mengibarkan bendera tersebut dengan tenaga yang masih ada hingga ia pun syahid.


Ibnu Umar mengatakan bahwa pada peperangan tersebut, Ja’far mendapatkan sembilan puluh tusukan senjata dan anak panah di sekujur tubuhnya. Allah Swt. memberinya pahala dengan menganugerahinya dua sayap yang dengannya Ja’far bisa terbang ke mana pun ia mau di surga. Dengan demikian Ja’far pun dujuluki Dzul Janahain (orang yang memiliki dua sayap). Wallahualam.[]

     

Posting Komentar

0 Komentar