Tragedi Affan Kurniawan: Cermin Gelap Negeri yang Abai pada Nyawa Rakyat

 



NR. Nuha


#CatatanRedaksi — Kematian tragis Affan Kurniawan, seorang anak muda yang tengah mencari nafkah sebagai driver ojek online, kembali menorehkan luka dalam bagi bangsa ini. Ia bukan demonstran, bukan kriminal, hanya rakyat kecil yang menjalankan amanah pekerjaan. Namun, nyawanya melayang setelah dilindas kendaraan taktis Brimob—alat negara yang seharusnya melindungi, bukan merenggut kehidupan. (Detik.com, 29/08/25)


Fenomena ini tidak bisa sekadar disebut “insiden” atau “kelengahan SOP”. Dalam pandangan Islam, nyawa seorang mukmin lebih mulia daripada Ka‘bah. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa hancurnya Ka‘bah lebih ringan dibanding tertumpahnya darah seorang muslim tanpa hak. Maka pertanyaannya: bagaimana mungkin sebuah negara yang mengaku berdiri atas hukum begitu mudah membiarkan darah rakyatnya tumpah?


Fakta menunjukkan kasus serupa bukan kali pertama. Data dari lembaga hak asasi manusia menyebut puluhan korban jiwa akibat tindakan aparat kerap berakhir tanpa keadilan. Rakyat kecil selalu berada di posisi paling lemah: suara mereka ditenggelamkan, tuntutan keluarga diseret dalam proses hukum yang berbelit, sementara aparat yang lalai sering hanya dijatuhi sanksi administratif.


Negara yang seharusnya menjadi ra‘in (pengurus urusan umat) justru menjelma menjadi mesin kekuasaan yang menakutkan. Islam menetapkan amanah kekuasaan bukanlah untuk menjaga kestabilan posisi, tapi bertujuan melindungi darah, harta, dan kehormatan rakyat. Ketika aparat yang seharusnya pelindung justru menebar teror, itu berarti terjadi pengkhianatan terhadap amanah.


Keadilan sejati tidak bisa ditegakkan dengan mekanisme rapuh seperti “pemeriksaan internal” atau “sanksi etik”. Islam mewajibkan penegakan hukum yang jelas: qishash atau diyat bagi pelanggaran nyawa. Tidak ada ruang tawar-menawar, sebab hukum Allah adalah benteng keadilan yang melindungi manusia dari kezaliman, baik rakyat biasa maupun penguasa.


Tragedi Affan makin menampilkan selubung problematika utama bahwa kaidah moral dan politik negeri ini bersumber dari pemahaman sekuler, yang memisahkan agama dari politik dan kehidupan. Akibatnya, nilai nyawa rakyat tidak dipandang sebagai amanah suci, melainkan sekadar angka dalam laporan. Selama paradigma ini bertahan, rakyat kecil akan terus dipandang sebagai “gangguan”, bukan sebagai jiwa yang wajib dijaga.


Islam menawarkan jalan perubahan yang menyeluruh: menjadikan syariat sebagai asas hukum, politik, dan keamanan. Penguasa yang bertakwa, aparat yang berfungsi sebagai pelayan umat, serta sistem hukum yang tidak bisa dibeli adalah pilar-pilar yang ditegakkan Rasulullah ﷺ. Itulah jaminan sesungguhnya agar tragedi seperti Affan tidak berulang.


Affan Kurniawan adalah satu dari banyaknya ketidakadilan sistem pada individu yang berakhir dengan nyawa. Bukti abainya negara terhadap darah rakyat. Darahnya menjadi saksi bisu bahwa sistem sekuler gagal melindungi manusia. Maka kewajiban kita bukan sekadar berduka, tetapi bersuara, menuntut perubahan, dan memperjuangkan tegaknya syariat secara kafah dalam naungan Khilafah Islamiyah. Hanya dengan itu, nyawa rakyat benar-benar akan dijaga, dan aparat kembali pada fungsi sejatinya: pelindung umat, bukan algojo kekuasaan. Wallahualam.[]


Posting Komentar

0 Komentar