Generasi Muda Terjebak dalam Siklus Eksploitasi Kapitalisme

 



Shiha Utrujah

 

#Wacana — Program magang khusus bagi lulusan baru perguruan tinggi dengan batas waktu kelulusan satu tahun atau fresh graduate akan segera dibuka oleh pemerintah. Pemerintah saat ini sedang mengefektifkan program bersama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

 

"Kriteria kelayakan adalah lulusan yang masih berada dalam rentang waktu satu tahun sejak kelulusan, sehingga bisa fresh graduate, bisa ditangkap," ujar Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto. (detik.com, 18/9/2025)

 

Inisiatif program magang untuk lulusan baru dengan gaji sesuai Upah Minimum Provinsi yang digagas pemerintah tampaknya memiliki dampak positif karena memberikan peluang pengalaman kerja dan pendapatan. Praktik program magang dapat berisiko menjadi sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja dengan biaya rendah.

Paradigma magang yang idealnya menjadi sarana pengembangan kompetensi dan transisi justru berubah menjadi pekerjaan reguler dengan status yang tidak menguntungkan selama 6 bulan, tanpa jaminan kelanjutan karier. Dengan gaji yang hanya setara dengan Upah Minimum Provinsi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, lulusan terpaksa mengorbankan standar kualitas demi "pengalaman kerja".

 

Tren ini memperkuat normalisasi upah rendah, sementara proses rekrutmen makin ketat dan tidak manusiawi dengan syarat tinggi yang tidak sebanding dengan imbalan. Alhasil, generasi muda berisiko terjebak dalam siklus eksploitasi kapitalisme: bekerja keras, dibayar murah, tapi tanpa kepastian kerja yang layak di masa depan.

 

 

Paradigma Kapitalisme

Apabila kita memandang potensi generasi muda saat ini melalui perspektif ekonomi kapitalis, maka bonus demografi yang sedang berlangsung di Indonesia memberikan banyak manfaat bagi perusahaan.Tenaga dan keterampilan generasi pemuda seperti melek digital, cakap finansial, dan produktif bekerja adalah modal dasar bagi industri untuk memanfaatkan mereka sebagai SDM “buruh tapi minim upah”. Alhasil, masa depan mereka tidak jelas arahnya dan hanya akan berkutat pada upaya mencari materi semata. Namun, materi yang didapatkan pun tidak bisa menjamin kesejahteraan mereka di masa mendatang. Susahnya mendapat pekerjaan tidak menjamin mereka mendapatkan gaji yang layak.

 

Tampak jelas kurikulum pendidikan yang mereka raih diarahkan untuk mengisi sektor industri dan dunia kerja. Lihat saja betapa banyak lembaga pendidikan yang menawarkan sekolah kejuruan dan keahlian agar generasi muda terserap dengan baik di dunia kerja semata.

 

Dorongan meraih pendidikan vokasi sampai keperguruan tinggi tujuannya agar para pemuda makin produktif. Dalam pandangan kapitalisme, produktif yang dimaksud ialah kreatif menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Hasilnya generasi muda saat ini tujuan hidupnya hanya untuk mencetak materi. Namun, lowongan pekerjaan makin hari sulit didapatkan dan banyak generasi muda nganggur.

 

Semua nestapa yang pemuda alami ini merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, tidak berperan sebagaimana mestinya menciptakan generasi yang berdikari dan menyongsong peradaban yang cemerlang.

 

Islam Menyelamatkan Generasi

Pertama, menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam secara bebas biaya, yakni pendidikan gratis untuk semua rakyat. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis. Mereka diberi akses yang luas untuk melanjutkan pendidikan tinggi tanpa biaya.

 

Tujuan pendidikan dalam Islam bukan sekadar mencetak tenaga kerja yang siap mengisi dunia industri, tetapi menghasilkan individu yang memiliki pola pikir dan pola sikap islami (syakhshiyah islamiah) dan menguasai berbagai ilmu terapan.

 

Kedua, memberikan pemahaman dan edukasi tentang kewajiban bekerja bagi laki-laki dewasa dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt. Islam menyediakan lapangan kerja untuk laki-laki yang mampu sebagai pihak yang berkewajiban menafkahi keluarganya. Negara juga akan memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan, bahkan menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk pendidikannya.

 

Ketiga, dalam bidang ekonomi, Khilafah akan meningkatkan dan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil, baik di bidang pertanian, kelautan, tambang, industri, maupun perdagangan. Negara tidak akan memberi ruang bagi berkembangnya sektor nonriil seperti penerapan kapitalisme. Ini karena sektor nonriil haram dan menyebabkan beredarnya kekayaan di seputar orang kaya saja.

 

Keempat, mengatur kepemilikan harta, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Dengan kejelasan status kepemilikan harta, negara mengelola harta milik umum untuk kemaslahatan rakyat semata. Islam melarang menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta. Dengan aturan ini pula, negara dapat membangun industri strategis, seperti pengilangan minyak, pengelolaan tambang, pertanian, dan sebagainya yang memungkinkan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis juga akan mendorong para pemuda meningkatkan keterampilan dan kemampuannya. Demikianlah mekanisme Islam dalam mencetak generasi muda tampil unggul, tidak hanya berprestasi di dunia tetapi juga di akhirat.[]

 

Posting Komentar

0 Komentar