Kasus Chromebook: Kolusi Terhadap Generasi dan Kegagalan Mekanisme Negara

 


NR. Nuha



#CatatanRedaksi — Kolusi manipulasi pengadaan Chromebook yang menjerat mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, tak hanya masuk ranah hukum pidana. Ini adalah pengkhianatan moral, agama, dan sosial—terutama terhadap generasi penerus bangsa. Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka pada 4 September 2025 atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan laptop Chromebook senilai miliaran rupiah bagi sekolah-sekolah di era digitalisasi pembelajaran (Reuters.com, 05/09/2025).



Lebih dari hanya pelanggaran hukum, ini pelanggaran moral. Korupsi dalam ranah pendidikan untuk membiayai masa depan anak bangsa  adalah pengkhianatan terhadap tanggung jawab dan janji kepada generasi. Anggota masyarakat skeptis. Bahkan dalam sebuah forum diskusi daring (online forum) media sosial global asal Amerika Serikat—Reddit.com—tersorot pernyataan, "Dalam kasus ini saya bisa memahaminya. Namun, ini merupakan kesalahan yang menyebabkan sistem terkunci pada satu sistem operasi saja. Hal semacam ini sesungguhnya bukanlah hal baru dalam birokrasi Indonesia.” (“For this one, I get it…but this is a mistake that locks the system into one OS… It’s nothing new in Indonesian bureaucracy.”)



Sikap sinis ini mencerminkan betapa rusaknya harapan sosial kita ketika pendidikan juga bisa dijadikan celah untuk merampas hak masa depan generasi. Dalam pandangan Islam, amanah publik—apalagi pendidikan—harus dijaga dengan keikhlasan, bukan dilacurkan untuk kepentingan pribadi.



Sekularisme Buka Celah, Generasi Jadi Korban


Kasus Chromebook menunjukkan kegagalan sistem sekuler dalam menjamin integritas pejabat. Saat agama dijauhkan dari ranah umum, maka moral dan akhlak menjadi “opsional”, bukan syarat mutlak bagi penguasa. Secara historis, sistem sekuler melepaskan pejabat dari pengawasan spiritual dan masyarakat, menciptakan panggung luas untuk korupsi.



Ibn Khaldun dalam Al-Muqaddimah menulis, “Kerusakan moral para pemimpin akan meruntuhkan peradaban lebih cepat daripada serangan musuh dari luar.” Korupsi pejabat pendidikan adalah  ancaman langsung terhadap masa depan generasi dan  peradaban bangsa.



Bagai bumi dengan langit, kapitalisme sekuler vs. sistem Islam. Mekanisme pemerintahan dalam Islam menanamkan tiga pilar penting untuk pengelolaan kekuasaan.


1. Akhlak. Seorang pemimpin dihukumi pertama kali oleh Allah Swt. atas niat dan integritasnya. Amanah adalah titah Ilahi, bukan sekadar jabatan. Al-Mawardi dalam Al-Ahkam al-Sultaniyyah menyatakan pemimpin dituntut memiliki al-‘adalah (keadilan dan integritas moral) agar kebijakannya bisa menjadi teladan bagi rakyat.


2. Pengawasan umat. Islam menganjurkan keterlibatan rakyat dalam memantau pemimpin—bahkan fardu kifayah berdasarkan seruan dari Allah Swt. Al-Qur’an Surah At-Taubah Ayat 71 berbunyi, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar...” Bentuk aktivitas dalam ayat di atas adalah termasuk mengawasi dan menegur penguasa yang zalim.


3. Hukuman tegas. Ketika pengkhianatan terjadi, hukum syariat tidak diskriminatif. Ia menerapkan hukuman adil untuk menjaga kepercayaan publik dan menjamin masa depan generasi. Kasus ini harus menghadirkan teguran keras—bukan sekadar hal biasa dalam dramatisasi hukum. Al-Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 38, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah...” Firman Allah Swt. ini menunjukkan tegasnya syariat dalam menutup celah pengkhianatan publik.



Sistem Syariat: Solusi Melindungi Generasi


Kolusi Chromebook tidak sekadar isu zalimnya pribadi pejabat, tetapi bukti kehancuran mekanisme tata aturan negara. Dalam Islam, sistem pemerintahan mencakup regulasi, pengawasan moral, dan sanksi yang bersumber dari Allah—menjadikan pejabat merasa diawasi oleh Allah dan rakyat, bukan hanya oleh hukum duniawi.



Kasus ini harus menjadi momen introspeksi. Korupsi di ranah pendidikan mengikis masa depan generasi, meninggalkan trauma sosial dan mental. Sistem sekuler telah gagal menegakkan akhlak sebagai pondasi kepemimpinan. Sebaliknya, Islam menuntut akhlak luhur, menempatkan rakyat sebagai pengawas, dan menerapkan hukuman adil untuk melindungi amanah warga negara dan masa depan jutaan peserta didik.



Generasi yang mencintai keridaan Allah, bukan kekuasaan duniawi semata, hanya bisa lahir dari sistem yang berintegritas mulia. Kasus korupsi Chromebook membuktikan bahwa sekadar ritual legalitas hukum tidak cukup—diperlukan tatanan Islam yang menegakkan amanah, melindungi, dan menutup celah pengkhianatan terhadap masa depan anak bangsa.[]



Posting Komentar

0 Komentar