Hanimatul Umah
#Bekasi — Aktivitas dan
ritual keagamaan tanpa izin yang dilakukan di rumah PY atau dikenal sebagai Umi
Cinta berlokasi di Perumahan Dukuh Zamrud, Kelurahan Cimuning, Kecamatan
Mustika Jaya, Kota Bekasi meresahkan warga setempat. Mantan anggota pengajian
membeberkan akan mendapatkan tiket surga jika berinfak uang Rp1 juta.
Sementara itu, menurut
tokoh agama setempat bernama AB (54) sudah delapan tahun lamanya aktivitas
perkumpulan ini digelar dan 70 orang menjadi anggotanya laki-laki dan
perempuan. Pengajiannya pun eksklusif dan tertutup. Keadaan makin meresahkan
ketika beberapa anggota pengajian Umi Cinta mengalami perubahan sikap setelah
mengikuti perkumpulan ini, seperti melawan suami dan mengancam cerai, serta anak
yang melawan orang tua (Tribunpekanbaru.com, 12-8-2025).
Namun setelah kasus
tersebut viral, Putri Yeni menyampaikan kepada MUI bahwa berita tersebut di
atas tidak benar dan MUI pun memberi klarifikasi bahwa pengajian Umi Cinta
tidak memungut bayaran 1 juta dan menjanjikan masuk surga seperti yang sedang
viral (tempo.com, 14-8-2025). Padahal menurut kesaksian warga sekitar
berkebalikan dengan pernyataan Umi Cinta. Maka dari sini masyarakat dituntut
untuk cerdas dalam memilih sebuah jemaah dakwah.
Saat ini pemahaman
masyarakat dalam beragama cenderung mengalami pergeseran makna sebenarnya. Dari
standar baku yang sesuai Al-Qur'an dan sunah, kini bergeser menjadi
transaksional dan manipulatif yang bisa dibayar dengan uang. Masyarakat pun
kerap kurang berpengetahuan tentang agama Islam secara lengkap sehingga mudah
dimanfaatkan dengan tujuan tertentu atas nama beribadah.
Tidak bisa dimungkiri
ideologi yang menjadi pandangan hidup masyarakat akan berpengaruh terhadap
perilaku seseorang. Hal tersebut tak luput dari sistem yang dibangun di atas
sendi kehidupan masyarakat saat ini, buah sistem demokrasi kapitalisme yang
turut andil dalam aktivtas beribadah.
Lebih jauh masyarakat pun
butuh nutrisi mental spiritual, bukan hanya perbaikan kesehatan fisik saja.
Sejalan dengan tujuannya yaitu mencapai ketenangan hati dan menambah keimanan
serta perbaikan akhlak, maka tak heran masyarakat berbondong-bondong giat mengkaji
Islam. Sayangnya, masyarakat tidak dapat menilai manakah kelompok yang sahih
dan mana yang tidak. Hal ini dipengaruhi ketidakjelasan definisi aliran sesat
atau tidak untuk mereka.
Sejatinya masyarakat rindu
suasana ketakwaan, penuh rasa tenteram dan senantiasa meningkatkan ruhiyahnya.
Akan tetapi kondisi ini kontra dengan sistem yang ada, yaitu kebebasan dalam
demokrasi. Begitu pula negara belum sepenuhnya mengontrol apakah ada penyimpangan
secara hukum syarak atau tidak. Hal ini membuat masyarakat mudah terpengaruh
seakan terhipnotis dengan janji jaminan surga hanya dengan membayar sejumlah
uang.
Masyarakat terdiri dari
individu-individu yang berkelompok yang memiliki kecenderungan alami (fitrah)
yaitu berjemaah. Namun, jika pemikiran dan perasaannya berbeda-beda maka hasil
akhir pun akan membawa pemahaman yang berbeda pula, kemudian berujung rusaknya
kebiasaan umum yang berasal dari rusaknya pemikiran dan perasaan masyarakat. Bahkan
mungkin suatu kebiasaan itu melanggar hukum syarak.
Untuk memperbaiki
kebiasaan umum itu haruslah diperbaiki dari akarnya, yakni memperbaiki
pemikiran dan perasaan sesuai pandangan akidah Islam dari proses berpikir atas
fakta yang terindera melalui proses berpikir secara mendalam. Artinya, suatu
informasi tidak terdoktrin tanpa melalui peran akal. Pada akhirnya pemahaman akidah Islam yang
benar akan membentuk akhlak sesuai akidahnya itu.
Oleh karena itu, perlu
adanya kejelasan standar yang sahih sebuah kelompok dakwah (kutlah).
Kelompok dakwah yang di dalamnya mengadopsi ideologi Islam, dengan pemikiran
dan metode yang keduanya membentuk ikatan akidah Islam yang lurus dan bersih.
Juga akan terbentuk pemikiran, perasaan, peraturan yang sama sehingga
kebangkitan umat akan tercapai sebagai tujuannya (Kitab Takatul Hizbi
karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani).
Kemudian, dari sinilah
dibutuhkan peran utama negara dalam menentukan dan memiliki standar sahih
terhadap keberadaan jemaah Islam. Lembaga dakwah Islam berwewenang mengawasi
aktivitas yang memungkinkan melanggar kaidah syarak (ajaran agama). Seperti
wanita memimpin jemaah yang terdiri dari pria dan wanita dan larangan ikhtilat.
Negara pun menjamin Islam harus diamalkan secara utuh oleh pemeluknya dan tegas
memberhentikan kelompok (jam'iyah) yang dipandang menyimpang dari akidah
Islam. Agar umat terjaga dari akidah dan tidak terulang lagi peristiwa semacam
ini, maka dibutuhkan sistem yang paripurna dengan penerapan sistem Islam kafah
dalam bingkai Khilafah oleh negara. Wallahualam bissawab.[]
0 Komentar