Reni Setiawati
#Tangsel — Wakil Ketua III DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Maria Teresa mengungkapkan poin-poin penting unsur untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangsel, yaitu optimalisasi pajak hotel dan restoran (PBJT), pembenahan mekanisme retribusi sampah, dan optimalisasi pajak parkir dari pemanfaatan lahan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU). Ketiga unsur tersebut masih memiliki ruang besar untuk meningkatkan PAD.
Politikus dari partai Gerindra tersebut menegaskan bahwa arah perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 harus difokuskan untuk kepentingan masyarakat. Fokus utama APBD diarahkan pada sektor pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini, kesehatan, termasuk penambahan anggaran untuk Dinas Kesehatan dan pengadaan peralatan medis baru di RSU Pamulang. Selain itu, APBD juga akan mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) serta program prioritas Gubernur Banten seperti Sekolah Rakyat (tangselpos.id, 11/09/2025).
Menilik realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangsel sepanjang tahun 2024 sebesar Rp4.694,26 miliar, jumlah itu melampaui target yang dipatok, yaitu sebesar 206,42 persen dari target Rp2.274,17 miliar. PAD Tangsel disumbangkan oleh beberapa unsur, yaitu: pertama, pajak daerah yang terealisasi senilai Rp4.187,18 miliar yang angka ini mencapai 209,35 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp2.000,05 miliar; kedua, retribusi daerah senilai Rp261,99 miliar; ketiga, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp1,40 miliar; keempat, pendapatan lain-lain pajak daerah yang sah senilai Rp243,68 miliar.
Per 14 September 2025, realisasi PAD Kota Tangsel adalah: pertama, pajak daerah senilai Rp1.934,41 miliar atau capaian 75,90 persen dari pagu Rp2.548,48 persen; kedua, retribusi daerah senilai Rp73,70 atau 51,08 persen dari target Rp144,28 miliar; ketiga, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar Rp0,63 miliar atau 85,60 persen dari target Rp0,74 miliar; keempat, pendapatan lain-lain pajak daerah yang sah senilai Rp80,66 miliar atau capaian 91,88 persen dari target Rp87,79 miliar. (djpk.kemenkeu.go.id)
Jika dikomparasikan capaian PAD pada tahun 2024 dan 2025, per 14 September 2025, dengan sisa waktu tiga bulan hingga akhir tahun, maka wajar muncul usulan untuk menggenjot PAD Kota Tangsel dari DPRD II Kota Tangerang Selatan. Optimalisasi untuk mencapai target PAD di antaranya adalah pergantian sistem pajak manual ke digital (Tispiskus) untuk pajak hotel dan restoran, menerapkan sistem digitalisasi pembayaran untuk retribusi sampah, atau pun lebih progresif dalam memanfaatkan PSU.
Unsur PAD Kota Tangsel didominasi oleh pajak dan retribusi. Pembangunan kota yang merupakan salah satu penyangga Kota Jakarta itu, dapat dikatakan pajak adalah tulang punggungnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis sekuler, pajak adalah komponen penting dan menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengatur distribusi kekayaan serta sumber penerimaan utama negara. Pajak dibebankan untuk menanggung biaya fungsi publik seperti pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, atau untuk tujuan regulasi seperti membatasi konsumsi rokok.
Tarif pajak yang dikenakan merata kepada masyarakat, menyebabkan kesulitan tersendiri bagi warga untuk membayarnya. Mereka tidak bisa mengelak karena pajak memiliki sifat memaksa dengan adanya undang-undang yang menjadi payung hukumnya. Jika Kota tangsel hanya mengandalkan pembiayaan pembangunannya dari sumber kekayaan alam, maka Kota Tangsel akan sangat kesulitan. Data menunjukkan jika unsur pengelolaan kekayaan alam jumlahnya sangat kecil.
Kota Tangsel, sebagai bagian dari negara Indonesia, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah diberi otonomi untuk mengatur dan mengurus keuangannya sendiri dalam kerangka NKRI. Akan menjadi kerumitan tersendiri jika pajak tidak menjadi sumber utama pemasukan, karena Kota Tangsel tidak memiliki potensi kekayaan alam yang besar.
Persoalan ini, jika Kota Tangsel tidak menjadikan pajak sebagai pemasukan utama PAD, jelas tidak akan bisa menyelesaikan masalah pembiayaan dengan konsep ekonomi kapitalis sekuler. Kota yang memiliki jargon "Cerdas, Modern, dan Religius" harus segera merealisasikan religiusitasnya dengan konsep Islam. Warga Kota Tangsel yang religius harus membuktikan keimanannya dalam konsep pengelolaan keuangan dengan syariat Islam.
Islam tidak menjadikan pajak (dharibah) sebagai unsur utama yang mendominasi pemasukan keuangannya. Pajak hanyalah salah satu unsur pemasukan keuangan dan penerapannya pun dengan kondisi tertentu yang sangat ketat. Pajak dalam Islam boleh dikenakan kepada masyarakat jika harta di baitulmal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan darurat rakyat atau untuk mengatur urusan rakyat. Selain kondisi darurat ini, penarikan pajak dianggap tindakan kezaliman. Kemungkinan baitulmal kosong sangat kecil jika diatur berdasarkan syariat Islam.
Di dalam Islam, pajak ditarik secara selektif, yaitu hanya dikenakan pada pihak-pihak (objek pajak) yang mampu dan berkecukupan (kaya) dari kalangan muslim, tidak semua individu. Kaum kafir zimi yang menjadi warga negara Islam (Khilafah) tidak boleh dikenakan pajak (dharibah). Dari sisi waktu pun hanya temporal, bukan permanen. Pajak dalam Islam yang dikenakan pun sesuai jumlah darurat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih.
Pembiayaan yang diperbolehkan syariat dari penarikan pajak antara lain: pertama, pembiayaan jihad dan segala hal terkait jihad, termasuk pembangunan pasukan dan peralatan militer; kedua, pembiayaan industri militer dan pabrik penunjangnya; ketiga, pembiayaan untuk fakir miskin; keempat, pembiayaan gaji pegawai, tentara, hakim, guru, dan lainnya yang bekerja untuk kepentingan umat; kelima, pembiayaan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat yang sangat penting, seperti jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, masjid, dan saluran air minum, yang jika tidak ada akan membahayakan masyarakat; keenam, dana untuk bencana alam dan keadaan darurat seperti tanah longsor, gempa bumi, angin topan, atau untuk mengusir musuh.
Terkait alokasi PAD Kota Tangsel untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), pembiayaannya perlu dikaji ulang. Contoh PSN Kota Tangsel adalah pembangunan mass rapid transit (MRT) atau Moda Raya Terpadu Lebak Bulus–Serpong yang diharapkan bersifat strategis dan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta kesejahteraan masyarakat. Namun, itu belum tentu menjangkau seluruh lapisan masyarakat karena tarifnya relatif mahal dan segi prioritas pun tidak memenuhi unsur mendesak untuk dibangun.
Maka persoalan pembiayaan Kota Tangsel tanpa mengandalkan pajak butuh solusi integral Islam. Keuangan pemerintahan Islam tersentralisasi. Seluruh pendapatan di wilayah negara terkumpul di baitulmal dan didistribusikan sesuai kebutuhan wilayahnya. Distribusi keuangan ini tidak didasarkan pada besar kecilnya hasil kekayaan atau pun pendapatan suatu wilayah. Kepala negara (khalifah) akan melakukan kajian terhadap kebutuhan tiap wilayah.
Pembangunan dan kesejahteraan di dalam Islam tidak bergantung pada pajak, tetapi dijamin melalui sumber-sumber pendapatan baitulmal sesuai syariat Islam. Sumber pendapatan baitulmal Khilafah ada 12 pos pendapatan. Khalifah memiliki otoritas melakukan pengaturan belanja dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemaslahatan, serta berdasarkan syarak.
Kota Tangsel akan mampu memenuhi kebutuhan segala biaya pembangunannya tanpa bertumpu pada pajak hanya dengan konsep Islam. Belanja daerah berupa belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, belanja hibah, belanja tidak terduga, pembiayaannya akan dipikirkan bukan hanya oleh kepala daerah saja, tetapi akan menjadi wewenang kepala negara (khalifah). Khalifah akan bersungguh-sungguh memikirkan merancang kebutuhan tiap wilayah yang ada dan mendistribusikan harta.
Hal ini menjadi alasan logis akan butuhnya sebuah pemerintahan berbasis syariat Islam, yaitu Khilafah. Bukan hanya meliputi Kota Tangsel dan Indonesia, melainkan juga seluruh dunia. Pendapatan negara Khilafah akan terkumpul di baitulmal, yang terdiri dari beberapa diwan (tempat para juru tulis dan penyimpanan arsip-arsip administrasi). Ada diwan fai dan kharaj, yang mencakup seksi ganimah, kharaj, tanah, jizyah, fai, pajak (dharibah); diwan kepemilikan umum yang meliputi minyak dan gas, listrik, hasil tambang, laut, sungai, danau, mata air, hutan, padang rumput, hima; diwan sedekah yang terdiri dari zakat uang dan barang perniagaan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat unta, sapi, dan kambing.
Kesejahteraan Kota Tangsel, bahkan seluruh wilayah dunia, bukanlah utopis hanya jika pengelolaan keuangannya berbasis Islam kafah.[]
0 Komentar