Annisa Suciningtyas
#Wacana — Gubernur Jawa
Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi ke tempat pengolahan air mineral AQUA,
dan momen tersebut menjadi viral di Instagram. Dalam video tersebut, tampak
bagaimana sumber air yang seharusnya menjadi hak publik justru dikuasai
korporasi besar dengan izin negara. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana air
yang merupakan kebutuhan dasar manusia telah berubah menjadi komoditas bisnis
di bawah sistem kapitalisme.
Rasulullah saw. bersabda
bahwa kaum muslim itu berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air,
dan api, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam
Ahmad. Kata perserikatan di sini bermakna tentang pemanfaatan. Dalam arti,
semua boleh memanfaatkannya. Maka para ulama pun sepakat bahwa air sungai,
danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak
boleh dimiliki/dikuasai oleh individu. Oleh karena itu dalam sistem Islam,
negara bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sumber daya seperti air,
minyak, listrik, dan gas. Negara tidak boleh menyerahkannya kepada swasta,
karena hal itu sama saja dengan menyerahkan hak rakyat ke tangan pemodal.
Bahkan di zaman Khalifah
Umar bin Khattab r.a., beliau menegur keras siapa pun yang mencoba menjual air
hasil sumur milik bersama. Ia menegaskan bahwa menjual air yang diperoleh dari
sumber umum adalah bentuk kezaliman terhadap umat. Dengan begitu, jelas bahwa
dalam sistem Islam, air tidak pernah menjadi alat untuk mencari keuntungan
pribadi.
Air bukan sekadar
kebutuhan fisik, tetapi juga simbol keberlangsungan hidup. Karenanya,
Rasulullah saw. melarang siapa pun yang menutup akses terhadap sumber air. Oleh
karena itu, negara berkewajiban menyediakan dan mendistribusikan air secara
adil agar tidak terjadi ketimpangan sosial.
Dalam sistem kapitalisme
yang diterapkan saat ini, air bukan lagi dipandang sebagai kebutuhan vital umat
manusia, melainkan sebagai komoditas ekonomi. Negara tidak lagi berperan
sebagai pelindung rakyat, tetapi sebagai wadah yang memfasilitasi kepentingan
korporasi. Dengan dalih investasi dan efisiensi, negara memberi izin kepada
perusahaan swasta untuk mengelola sumber air, lalu menjualnya kembali kepada
rakyat dengan harga tertentu.
Sistem kapitalisme tidak
akan pernah memikirkan soal pelayanan terhadap rakyat, mereka hanya
mementingkan keuntungan. Maka dari itu air tidak lagi dipandang sebagai hak
dasar manusia, melainkan sumber profit. Tak heran jika banyak daerah kesulitan
mendapatkan air bersih, sementara perusahaan besar bebas mengalirkan jutaan
liter setiap hari untuk kepentingan produksi air kemasan. Ketika sumber daya
alam vital dikuasai swasta, maka kedaulatan rakyat pun ikut tergerus.
Situasi ini memperlihatkan
kegagalan mendasar sistem sekuler kapitalisme dalam mengurus sumber daya umat.
Negara justru tunduk pada korporasi dan mengabaikan amanah untuk mengurus
rakyatnya. Seharusnya, negara berdiri sebagai pelayan umat, bukan pengawal bagi
kepentingan para pemilik modal.
Hal ini jelas jauh berbeda
dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem ekonomi yang adil, pengelolaan
sumber daya alam akan dikelola langsung oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Dalam sistem Khilafah, air tidak akan dijadikan barang dagangan, tetapi akan
dikelola dengan baik supaya dimanfaatkan seluruh rakyat tanpa diskriminasi.
Negara juga akan membangun
sumur, waduk, saluran air, dan jaringan distribusi yang memadai agar masyarakat
mendapatkan air bersih secara gratis atau dengan biaya sangat rendah.
Pendapatan dari pengelolaan sumber daya umum akan digunakan untuk membiayai kebutuhan
publik lainnya, artinya akan kembali lagi pada rakyat. Bukan untuk memperkaya
pejabat atau pemilik modal. Dengan demikian, Islam memberikan sebuah solusi
yang sistemik.
Di tangan kapitalisme, air
berubah dari nikmat Allah menjadi alat eksploitasi ekonomi. Namun, di bawah
sistem Islam, air adalah amanah publik yang dikelola dengan tanggung jawab,
keadilan, dan keberkahan. Karena itu, solusi sejati tidak terletak pada sekadar
memperketat izin atau menambah regulasi, tetapi pada mengembalikan pengelolaan
sumber daya alam kepada sistem Islam. Sebab, hanya sistem Islam yang
menempatkan rakyat sebagai penerima manfaat, bukan korban dari kebijakan
ekonomi yang timpang. Air adalah milik bersama. Selayaknya, hanya hukum Allah
yang mampu menjamin bahwa hak ini benar-benar kembali ke tangan umat.
Wallahualam.[]

0 Komentar