Kapitalisme Mencuri Peran Ayah



JP. Dunggio


#Wacana — Fatherless, sebuah kata yang menjadi fenomena sosial masyarakat Indonesia saat ini. Jika tidak segera ditangani, maka fenomena ini akan menjadi masalah besar di kemudian hari dan menimbulkan efek domino.


Viral Fatherless

Fenomena fatherless (ketiadaan peran ayah) makin mencuat belakangan ini. Fenomena hilangnya peran ayah baik secara fisik maupun psikis dalam pengasuhan anak harus menjadi perhatian serius. Berdasar analisis dari Tim Jurnalisme Data Harian Kompas bahwa sebanyak 15,9 juta atau seperlima anak Indonesia berpotensi tumbuh tanpa peran ayah. Kompas merujuk pada data Mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS pada Maret 2024. (Kompas, Oktober 2025)

 

Tak hanya itu saja, Kompas juga mengabarkan bahwa 4,4 juta anak tinggal di keluarga tanpa keberadaan ayah. Sedangkan ada 11,5 juta anak yang tinggal bersama ayah tetapi karena kesibukan bekerja maka ayah jarang membersamai kehidupan anaknya.


Efek Domino Fatherless

Banyak artikel yang membahas bahaya fenomena kehilangan figur ayah dan efek ini tidak bisa dianggap angin lalu. Dampak kehilangan peran ayah dalam pengasuhan anak antara lain membuat anak tumbuh dalam kondisi kurang dukungan, kasih sayang, dan perhatian ayah. Ini akan mengakibatkan anak minder, kurang bisa berbaur bahkan merasa kehilangan identitas diri. Ketika tidak ada yang mengarahkan anak dalam memahami identitas diri, maka ia bisa terjebak dalam gaya hidup rusak seperti seks bebas, merokok, narkoba, dan berbagai kemaksiatan lainnya.


Kemampuan anak dalam bidang akademis juga bisa terganggu jika ayah tidak hadir memberi dukungan. Hal tersebut akan membuat anak mengalami banyak kendala dalam mewujudkan masa depannya. Tanpa figur ayah, keluarga juga akan mengalami kesulitan ekonomi sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan kesempatan mengembangkan potensi diri akan mengalami hambatan. Kesulitan ekonomi keluarga bisa mendorong anak melakukan tindakan kriminal yang merugikan.


Penyebab Fatherless

Kehilangan figur ayah bukan hanya ketidakhadirannya secara fisik yang tiada tetapi hilangnya ayah dalam pengasuhan tumbuh kembang dan emosional anak. Hal ini diakibatkan karena kesibukan ayah dalam bekerja sehingga waktu berinteraksi dengan anak menjadi minim. Tingginya angka perceraian di negeri ini juga membuat anak kehilangan peran ayah. 


Budaya patriaki pun menjadi pemantik munculnya fenomena fatherless. Budaya ini menempatkan peran ayah sebagai pencari ekonomi keluarga, pusat kekuasaan, dan pemberi keputusan dalam keluarga, sedangkan urusan domestik yaitu rumah tangga dan pengasuhan anak adalah urusan ibu saja. Ketika ayah merasa sudah memenuhi kebutuhan ekonomi anggota keluarganya, maka ia merasa perannya sudah berjalan dengan baik. Padahal keluarga dan tumbuh kembang anak tidak dibangun hanya berdasar kecukupan ekonomi tetapi membutuhkan perhatian, kasih sayang, teladan, dan interaksi fisik yang akan membangun kedekatan antar anggota keluarga termasuk hubungan ayah dan anak.


Pandangan Islam

Ayah adalah qawwam. Dalam Islam ayah berperan sebagai pemimpin, pelindung sekaligus pendidik dalam rumah tangga. Ayah bukan sekadar pencari nafkah tetapi ayah juga menjadi penjaga dan pembimbing keimanan serta moral anggota keluarganya. Hal ini tergambar sebagaimana yang dilakukan oleh hamba Allah yang taat, yaitu Lukman. Dalam Surah Lukman Ayat 13 sampai 19 diceritakan bagaimana Lukman mengajari anaknya, antara lain tidak menyekutukan Allah, berbakti kepada orang tua, salat, amar makruf nahi mungkar, sabar, rendah hati, dll.

 

Dalam Surah At-Tahrim Ayat 6, Allah Swt. memerintahkan orang-orang beriman untuk menjaga keluarga mereka dari api neraka dan tanggung jawab ini berada di pundak seorang ayah sebagai kepala keluarga.


Jika Islam diterapkan sebagai sebuah ideologi, maka Islam memiliki berbagai aturan yang akan mengembalikan fungsi ayah secara utuh dan penuh. Islam akan mendorong para pemimpin untuk menjamin ketersediaan lapangan kerja dengan upah layak sehingga waktu dan tenaga ayah tak terkuras habis dalam tekanan ekonomi. Islam juga mewajibkan negara memperhatikan kebutuhan dasar masyarakatnya agar bisa didapatkan secara murah bahkan bidang pendidikan, kesehatan, dan keamanan diberikan secara gratis.


Peran perwalian juga akan ditegakkan ketika seorang anak kehilangan figur ayah secara fisik. Para wali yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup, bimbingan keimanan, dan moral sehingga anak tetap memiliki figur ayah. Jika wali tidak mampu melakukannya maka peran tersebut akan diambil alih oleh negara. Kisah Imam Syafi’i yang yatim tetapi bisa tumbuh menjadi ulama besar walau tanpa figur fisik ayah adalah bukti dari sempurnanya sistem Islam.


Penutup

Fenomena fatherless (hilangnya sosok ayah) muncul karena manusia memilih menerapkan ideologi yang rusak, yaitu sekuler kapitalisme. Harta dan berbagai status materialistis menjadi tujuan hidup manusia dengan ideologi ini. Islam jelas berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme. Islam mampu menjaga keutuhan keluarga walau sosok ayah telah tiada. Kemampuan Islam dalam menjaga keutuhan keluarga dan menumbuhkan generasi yang salih telah terbukti selama 1300 tahun.

Posting Komentar

0 Komentar