Suara yang Tak Boleh Padam: Kebrutalan Zionis dan Anteknya

 



Shiha Utrujah

 

#Wacana — Di balik gegap gempita dunia olahraga, Indonesia menutup satu pintu—keputusan yang mencerminkan ketegasan seorang presiden dalam menjaga prinsip dan arah bangsa. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tidak akan memproses pemberian visa bagi atlet dari Israel yang berencana mengikuti Kejuaraan Dunia Senam Artistik di Jakarta, yang akan diselenggarakan pada 19–25 Oktober mendatang.

 

"Langkah ini menunjukkan konsistensi pemerintah dalam menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto yang terus ditekankan dalam beragam kesempatan,” ungkap Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. (news.detik.com, 09/10/2025). Keputusan tegas Presiden Prabowo Subianto untuk menolak kehadiran atlet Israel di tanah air mencerminkan komitmen kuat Indonesia terhadap prinsip dan kedaulatan bangsa.

 

Patut kita berikan apresiasi karena memang seharusnya Indonesia yang mayoritas penduduk muslim wajib memusuhi dan membenci Zionis Israel termasuk para atletnya sekalipun. Lebih terdengar menariknya lagi dari sisi geopolitik, Israel dan Hamas akhirnya mencapai titik damai dengan menyepakati gencatan senjata di Gaza yang berlangsung dua tahun terkahir konflik yang menelan lebih dari 67 ribu korban jiwa warga Gaza.

 

Melalui proses negosiasi selama tiga hari yang difasilitasi oleh Amerika Serikat, Qatar, Mesir, dan Turki, Israel dan Hamas berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata. Pertemuan tersebut berlangsung di Sharm El-Sheikh, kawasan resor strategis di tepian Laut Merah, Mesir.

 

Berdasarkan laporan Reuters, pelaksanaan gencatan senjata dimulai setelah pemerintah Israel secara resmi memberikan persetujuannya pada Jumat (10/10/2025) dini hari, menyusul pernyataan serupa dari pihak Hamas sehari sebelumnya. Dalam kesepakatan itu, Israel dan Hamas sepakat membebaskan sandera yang masih ditahan di Gaza dan membuka jalur bagi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Langkah ini diharapkan menjadi awal berakhirnya perang di Gaza. (detik.com, 12/10/2025)

 

Apabila konflik ini sungguh berakhir, patut direnungkan: apakah umat Islam akan menanggalkan memori atas kekejaman Zionis Israel dan jaringan pendukungnya? Perdamaian yang diimpikan tak akan bermakna jika sebab fundamentalnya diabaikan—eksistensi Israel di tanah Palestina, entitas geopolitik yang sejak awal dirancang untuk melanggengkan dominasi kolonial atas kawasan Timur Tengah.

 

Sungguh, selama masih ideologi sekuler kapitalisme yang menguasa dunia ini, Islam pasti tetap akan terjajah oleh negara-negara kafir harbi fi'lan. Mereka tidak akan rida terhadap Islam dan terus akan membenci dan memusuhinya sampai kapan pun.

 

Khilafah Solusi Hakiki Memerdekakan Wilayah Islam

Wajib kita tegaskan, bagi kaum muslim, Palestina bukan sekadar perkara kemanusiaan belaka, melainkan urusan agama dan akidah. Syariat melarang umat melupakan darah para syuhada yang tertumpah akibat kekejaman Zionis Israel dan para pengiringnya. Mereka telah menyalahi fitrah kemanusiaan dengan membinasakan rakyat Palestina. Pembantaian itu merenggut nyawa orang tua, pemuda, perempuan, jurnalis, tenaga medis, bahkan bayi-bayi yang belum menatap kehidupan.

 

Genosida merupakan lembar hitam kezaliman yang takkan lekang dari ingatan kaum muslimin dan nurani kemanusiaan. Umat Islam adalah sebuah kesatuan; melukai satu jasad berarti melukai seluruh badan umat. Ajaran Islam memerintahkan pembelaan terhadap mereka yang ditindas dan pengusiran kaum muslim dari tanah airnya adalah kehinaan yang harus dilawan.

 

Untuk itu, penjajahan hanya bisa terselesaikan secara mengakar dengan mengusir, melawan, dan melenyapkan entitas penjajah Yahudi dari muka bumi ini. Mereka harus dilawan dengan jihad fisabilillah.

Perlu disadari, yang dihadapi umat Islam dalam persoalan Palestina bukan semata rezim pendudukan dengan populasi sekitar 7 juta jiwa, melainkan juga jaringan kekuatan imperialis Barat—terutama Amerika Serikat dan Inggris—beserta para kolaborator yang gigih membela dan menopang tindak-tanduk penjajahan itu.

 

Di layar gelap kancah internasional, Israel adalah figur protagonis yang tampak; tapi para produser dan sutradara sejatinya adalah kekuatan transnasional—AS, Inggris, dan para aliansi yang menulis ulang adegan penderitaan umat muslim berulang kali.

 

Titik krusialnya terletak pada kesadaran bahwa hegemoni besar hanya dapat dihadapi oleh daya yang setara. Umat Islam perlu menegakkan tatanan persaudaraan lintas bangsa—suatu kesatuan moral dan politik yang mampu menandingi kekuatan global Barat dengan nilai dan peradaban yang berkeadilan, yaitu Khilafah.

 

Khilafah akan memerangi kaum kafir penjajah di bawah komando khalifah tanpa harus melakukan perundingan dan perjanjian tanpa syarat. Nyawa kaum muslim sudah banyak berjatuhan, jadi jika Khilafah tegak tidak ada ampunan bagi kafir penjajah Yahudi Israel dan antek-anteknya.

 

Memang benar pengaruh dari seruan rasa kemanusiaan yang telah tercapai global mendukung kemerdekaan Palestina. Mulai dari boikot produk Israel, menghalangi atlet Israel berkunjung ke Indonesia misalnya, aksi menggerakkan massa di setiap negara, gerakan Global Sumud Flotilla, bahkan terakhir gencatan senjata oleh Hamas dan Israel.

 

Namun, waspadalah wahai kaum muslim—Firman Allah mengingatkan kita tentang tabiat orang-orang kafir terhadap kaum muslim. “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik." (Al-Maidah Ayat 82)

 

Suara tak boleh padam dan teruslah menyuarakan kebenaran sampai Allah memenangkan umat Islam. Wallahualam.[]

Posting Komentar

0 Komentar