#Reportase — Komunitas Guru Muslimah Inspiratif (KGMI) menggelar acara pertemuan pada 26 Oktober 2025, di Jakarta dengan mengangkat tema "Problematika MBG, Dampak Kebijakan Bisnis Populis". Acara ini berinisiatif membedah program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang merupakan kebijakan andalan pemerintah untuk menghasilkan generasi sehat dan cerdas, dari perspektif ajaran Islam. Pertemuan ini menjadi wadah diskusi inspiratif bagi para guru muslimah mengenai dampak dan solusi terhadap kebijakan publik.
Pembicara utama, Ibu Fatrin Ronayati, M.Pd., membuka pemaparan dengan analisis tajam mengenai MBG. Beliau menjelaskan bahwa program tersebut lahir dari janji kampanye dan implementasinya hanya didukung oleh Peraturan Presiden (Perpres) BGN. Secara kritis, Ibu Fatrin menyoroti fakta bahwa MBG tidak memiliki payung hukum yang jelas untuk mengatasi masalah serius yang mungkin timbul, seperti kasus keracunan, makanan tidak bergizi karena melalui multi proses, kondisi dapur yang tidak higienis, pengawasan yang lemah, hingga dampak lingkungan berupa penambahan volume sampah. Beliau menambahkan bahwa MBG juga dinilai tidak efektif mencegah stunting tapi menguras anggaran jumbo, menjadikannya rawan korupsi.
Ibu Fatrin melihat MBG sebagai kebijakan populis yang menyederhanakan masalah agar mudah dipahami publik. Ini adalah solusi cepat untuk masalah mendesak, bukan solusi substantif yang membutuhkan analisis mendalam; cenderung mengabaikan data, analisis dampak jangka panjang, dan keahlian akademis demi respon cepat dan efek emosional. Ironisnya, MBG juga berparadigma bisnis dengan adanya efisiensi biaya dan percepatan target kuantitatif. Ini terlihat dari pelibatan vendor lokal yang fokus pada keuntungan sehingga mengabaikan petunjuk teknis pengawasan, bahkan adanya ancaman impor food tray Tiongkok melalui Permendag No. 22/2025 yang mengancam investasi pengusaha lokal. Kesimpulannya, akar persoalan stunting (kemiskinan, ketimpangan, pengangguran) sama sekali tidak tersentuh akibat program ini, sebab negara gagal menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan di bawah tata kelola kapitalistik.
Dalam sesi solusi, Ibu Fatrin Ronayati memaparkan perlunya perubahan ke tata kelola Islam dalam pemenuhan pangan bergizi. Negara harus menjadi pihak sentral, berdasarkan sabda Nabi (Hadis Riwayat Bukhari–Muslim) bahwa, "Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." Ini memerlukan penguasa yang amanah, teliti, dan fokus pada umat. Mekanisme syariat dalam menjamin kebutuhan primer diatur secara berjenjang, mulai dari kewajiban kepala keluarga untuk bekerja, kerabat dekat, negara via mekanisme nonekonomi (santunan), hingga kaum muslim via dhoribah. Negara berkewajiban menciptakan lapangan pekerjaan bertarget seluruh kepala keluarga bekerja dengan penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Politik APBN dalam Islam difokuskan agar pemasukannya berlimpah dan pengeluaran berskala prioritas, menjamin pemenuhan kebutuhan umat terpenuhi dengan layak. Hanya sistem Khilafah islamiah yang menerapkan Islam kafah secara menyeluruh yang diyakini dapat mewujudkannya.
Acara ditutup dengan antusiasme tinggi dari para guru muslimah. Pemaparan materi yang mendalam dan diskusi yang hidup makin menguatkan tekad mereka untuk beramal bersama memperjuangkan penerapan Islam kafah. Mereka percaya bahwa sistem inilah satu-satunya jalan untuk mencetak generasi cerdas, sehat, unggul, dan terdepan pemikirannya sepanjang peradaban Islam.[]

0 Komentar