Refi Oktapriyanti
#Wacana — Erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur mengakibatkan sebanyak tiga orang mengalami luka berat dan 204,63 hektare lahan pertanian yang rusak. Abdul Muhari sebagai Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB mengatakan bahwa selain lahan pertanian seluas 204,63 hetare yang rusak, ada rumah mengalami kerusakan berat 21 unit, termasuk fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan gardu PLN masing-masing rusak berat satu unit.
Letusan terjadi 23 November 2025 pukul 00.00–06.00 WIB, tinggi kolom letusan tersebut 500–700 meter berwarna putih kelabu ke arah barat daya. Selain itu, tercatat mengalami dua kali guguran, 8 kali hembusan. Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru, Mukdas Sofian menghimbau kepada warga supaya tidak melakukan aktivitas sejauh 20 kilometer dari puncak semeru, dan masih mewaspadai lahar disepanjang aliran dan terjadinya awan panas guguran.
Indonesia merupakan salah satu yang tergolong negara rawan terjadinya bencana alam, karena berhubungan dengan letak geografis Indonesia di antara dua samudera besar dan terletak di wilayah lempeng tektonik sehingga rawan terhadap bencana gempa bumi. Banyaknya gunung berapi yang masih aktif menjadi potensi terjadinya gempa bumi, lahar dingin, awan panas, letusan gunung dan banjir.
Indonesia memiliki jumlah gunung api aktif terbanyak di Dunia, sekitar 127–130 gunung. Sedangkan, aktivitas gunung api merupakan salah satu bencana geologi yang sering terjadi sehingga dapat memakan korban yang tidak sedikit jumlahnya.
Dari fakta di atas tersebut jelas bahwa kondisi negara Indonesia yang menjadi rawan bencana akan banyak berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat, karena dapat merusak segala fasilitas—masyarakat harus hidup mengungsi dan belum lagi perekonomian yang tidak mencukupi. Sedangkan bencana tidak bisa diprediksi kapan terjadinya dan akan terjadi terus menerus.
Bencana bukan semata musibah alam, tetapi seringkali menjadi buah dari kelalaian manusia. Ketika negara gagal menyiapkan sistem mitigasi yang memadai, pembangunan tanpa memikirkan risiko, tata ruang yang buruk, korupsi dalam pembangunan infrastruktur. Dampaknya bukan hanya kerusakan fasilitas, tetapi hilangnya nyawa dan masa depan masyarakat.
Rusaknya alam menjadi bukti bahwa negara lalai terhadap peran yang seharusnya bisa menjaga bumi dari kerusakan, memperhatikan sebuah pembangunan yang tidak perlu dibangun. Namun, selama negara ini diatur dengan sistem kapitalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, maka negara ini akan diatur oleh manusia dengan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan cara halal haram yang dia perbuat. Sehingga jika manusia yang mengatur dengan sendirian, negara akan hancur.
Dalam pandangan Islam, tugas negara bukan sekadar menolong saat bencana sudah terjadi, tetapi mencegah kerusakan sebelum terjadi. Islam juga menetapkan bahwa negara adalah pihak yang bertanggung jawab menjaga keamanan, harta, nyawa, dan keselamatan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (pemimpin) adalah penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
Maka, dalam Islam sebuah mitigasi merupakan peran serta tanggung jawab negara untuk menjaga kemanan, harta, nyawa, dan keselamatan rakyatnya. Selain itu, Islam juga mempunyai aturan dan sanksi bagi pelaku yang telah merusak alam. Hal ini tidak bisa diselesaikan secara individu, karena masalah ini merupakan kesalahan secara sistemis, harus diselesaikan dari akar masalahnya.[]

0 Komentar