Euis Hasanah
#Jakarta — Pil koplo dan obat keras Golongan G beredar di daerah Jagakarsa Jakarta Selatan. Obat-obatan seperti Tramadol, Hecymer, Zolam, dan Tryex dapat dengan mudah diakses di toko-toko yang berkedok konter HP di wilayah Lenteng Agung. Tim investigasi wartawan berhasil membuktikan kebenaran informasi ini. Saat melakukan pembelian, terbukti Tramadol dan Hexymer dijual seharga Rp5.000 per butir di salah satu konter HP ilegal tersebut. Ketika tim media datang, seorang penjual bernama Rahmat asal Aceh mengaku baru satu minggu menjaga toko. Ia kemudian menyebutkan inisial (A**M) dan R_Y sebagai penyedia. Bahkan, Rahmat terang-terangan menawarkan uang Rp50.000 kepada awak media, sebuah upaya penyuapan yang langsung ditolak mentah-mentah (suaraindependennews.com, 17/11/25).
Obat-obatan Tramadol, Hecymer, Zolam, dan Tryex merupakan obat keras yang peredarannya tidak sembarangan diperjualbelikan. Obat-obatan ini diklasifikasikan sebagai obat keras atau psikotropika. Menurut BNN, pil koplo dan obat keras golongan G merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh, baik fisik maupun mental. Penyalahgunaan dapat mengakibatkan kerusakan serius pada berbagai organ dan sistem saraf otak. Serta dalam kasus overdosis atau jangka panjang bisa menyebabkan kematian. Begitupun dengan kesehatan mental, karena sifatnya berupa zat adiktif sehingga menjadikan para pemakainya memiliki kecemasan yang berlebihan, depresi, dan gangguan bipolar
Obat-obatan seperti ini sering menyasar remaja dan masyarakat dari lapisan ekonomi menengah ke bawah. Harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan narkoba, serta peredaran lebih gampang diakses. Sebenarnya di negeri ini sudah menyiapkan perangkat aturan bagi pelaku usaha yang terbukti memperjualbelikan obat-obatan tanpa izin edar dapat dijerat dengan pasal berlapis, termasuk: Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman penjara.Pasal 435 Jo Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) UU RI No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Namun sungguh disayangkan, walaupun sudah ada regulasi berupa undang-undang. Tetap maraknya pil koplo dan obat keras tidak bisa dihindarkan. Sebenarnya peredaran barang haram tersebut tidak jauh dari gaya hidup di tengah masyarakat. Landasan yang digunakan untuk mengatur kehidupan saat ini adalah sistem kapitalisme sekuler. Dalam pandangan kapitalisme, asas manfaat menjadi perhatian khusus. Dalam tatanan kapitalisme ketika ada celah menguntungkan secara financial maka akan dikejar, walaupun bahaya mengancam keselamatan jiwa. Awalnya obat-obatan tersebut ditemukan untuk pengobatan tingkat berat, tapi seiring berjalannya waktu obat ini disalahkan gunakan fungsinya. Nyatanya sering diberitakan temuan pabrik atau produsen ilegal memproduksi pil koplo dan obat keras dengan omset yang besar.
Di satu sisi, kehidupan sekarang menganut akidah sekuler, yakni memisahkan agama dengan kehidupan, agama hanya bisa mengatur urusan pribadi dengan Sang Tuhan. Maka untuk mengatur kehidupan diserahkan kepada akal manusia yang serba terbatas. Makanya suatu hal yang wajar peredaran pil koplo dan obat keras golongan G masih menjadi incaran para penggunanya. Mereka mengira apa yang dilakukan di dunia tidak akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Memang sungguh miris kehidupan sekarang, mengkonsumsi zat terlarang apa pun jenisnya, baik obat koplo atau obat keras golongan G bisa jadi bukan hanya sekadar untuk menghindari stres dan tekanan hidup, melainkan sudah menjadi lifestyle dan dianggap keren.
Sejauh ini memang pemerintah belum pernah merilis data persentase pemakai jenis pil koplo dan obat keras golongan G, baik data secara daerah maupun nasional. Tetapi seiring berjalannya waktu, pihak berwenang kerap melakukan pembongkaran modus adanya penyalahgunaan barang tersebut. Dari sini menunjukkan, ketika ada pengedar dan pembeli, pasti ada obat dan juga produsen. Dengan demikian, peredaran akan terus berjalan selama prosedur dan penggunanya masih sama saling membutuhkan. Dan yang paling dikawatirkan penerapan sistem sanksi negara bagi produsen, pengedar dan pemakai hanya dijebloskan dibalik jeruji penjara. Justru dalam penjara bukannya mereka jera akhirnya taubat, tapi malah menjadi kelas kakap.
Harus Segera Diberantas
Dengan bukti nyata tersebut, disinyalir negara belum bisa memberantas peredaran obat-obatan seperti ini dengan tuntas. Namun berbeda dengan pandangan Islam, setiap muslim dituntut untuk bertakwa. Individu harus ada keterikatan dengan hukum syara, sedangkan standarisasi perbuatan adalah halal dan haram. Dalam pandangan Islam obat-obatan terlarang seperti itu diharamkan, menurut Ibnu Taimiyah ulama telah sepakat zat yang bisa menghilangkan akal, diharamkan walaupun tidak memabukkan (Majmu al-Fatawa, 34:204).
Dan tentunya seorang muslim akan senantiasa tiasa berhati-hati supaya tidak tergelincir dalam kemaksiatan. Sebagaimana Allah Swt. telah mengingatkan dalam Firman-Nya "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Sedangkan kepada pengusaha yang menjalankan bisnis, Islam memerintahkan untuk menjauhi bermuamalah barang haram. Pengusaha yang terindikasi memproduksi barang haram langsung diberantas. Begitu juga Islam memerintahkan dalam tatanan masyarakat akan bahu membahu untuk saling mengingatkan dalam ketakwaan. Apalagi tingkat negara, pemerintah akan senantiasa melarang pil koplo dan dan obat keras golongan G supaya tidak beredar di tengah masyarakat.
Negara senantiasa berkewajiban mengaudit para pelaku usaha, apakah yang diproduksi perusahaan sudah memiliki standarisasi halam haram ataukah tidak. Apabila pengusaha industri teridentifikasi melanggar aturan akan langsung ditindak tegas, dengan sanksi yang berat. Begitupun bagi pengedar dan pengguna ketika terbukti mengedarkan dan menggunakan negara akan menjatuhkan sanksi yang mengakibatkan efek jera. Begitulah dengan seperangkat aturannya, Islam akan menjaga akal sehingga obat-obatan yang berbahaya tidak akan beredar bebas. Wallahu'alam bishowab.[]

0 Komentar