Nakal Masuk Barak, Berharap Pulang Tak Lagi Norak

 



Rini Sarah

 

#Remaja — Mulai hari ini, remaja terutama di Jawa Barat mesti lebih hati-hati. Ketahuan nakal, akibatnya “fatal”. Bisa tidak pulang ke rumah. Karena anak yang berperilaku nakal, berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akrab dipanggil KDM akan dijemput lalu dimasukkan ke barak. Barak militer tentunya. (kompas.com, 03/05/2025)

Selama berada di barak, siswa yang didiagnosis nakal akan menjalani pendidikan karakter selama 14 hari seperti 39 siswa di Purwakarta. Sebuah waktu yang cukup lama untuk terpisah dari keluarga di rumah. Tapi, bisa jadi bukan waktu yang cukup untuk mengubah karakter orang hingga dia tak berperilaku nakal lagi. Lalu yang jadi pertanyaannya, “Apakah benar setelah masuk barak, anak yang dicap nakal itu ketika pulang tidak lagi berperilaku 'norak'?”

 

Nakal

Perilaku nakal itu memang sebuah hal yang norak. Tidak pantas dilakukan oleh pelajar. Para pelajar sebagai seseorang yang sedang mengenyam proses pendidikan seharusnya memang selalu berperilaku baik, akhlaknya juga baik, lalu prestasi akademik dan non-akademiknya juga ciamik.

Wait, sebelum kita berbicara terlalu jauh, kita definisikan dulu apa sih nakal itu. Biar kita punya standar untuk menilai sebuah perilaku itu sudah termasuk nakal atau belum. Jika sudah tahu, akan mudah kita memilah lalu memutuskan melakukan itu atau tidak. 

Nakal kalau versi Kang Dedi adalah anak yang sudah tidak bisa diatur oleh orang tua maupun sekolah. Selain itu, mereka yang terseret melakukan pergaulan bebas dan perilaku kriminal juga termasuk nakal menurut versi Kang Dedi. Yang begini ini yang akan dikirim ke barak untuk mendapat pendidikan bela negara.

Terus ada tidak nakal versi lain? Ada, versi KBBI. Menurut KBBI nakal itu adalah suka berbuat kurang baik, tidak menurut, mengganggu, dan berperilaku buruk. Dua versi nakal ini sepakat bahwa nakal itu perilaku buruk, tidak nurut, dan mengganggu. Tentu saja sesuatu itu dianggap buruk dan mengganggu perlu  suatu standar. Artinya, standar ini akan jadi acuan apakah perbuatan itu baik atau buruk. Agar ada kesepakatan bersama terkait nilai dari suatu perbuatan.

 

Nilai

Untuk menentukan nilai baik dan benar tidaklah sama dengan membuktikan kebenaran sebuah benda atau peristiwa. Untuk membuktikan kebenarannya, manusia tinggal lihat saja faktanya. Benar tidak demikian. Misalnya, ada klaim bahwa cabai itu pedas. Tinggal rasakan saja cabainya. Kita langsung tahu kebenaran klaim tersebut.

Tapi, untuk nilai sebuah perbuatan tidak bisa ditentukan langsung oleh manusia. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam buku Mafahim fi Hizbit Tahrir menjelaskan bahwa nilai perbuatan itu berupa baik-buruk atau terpuji-tercela harus ditentukan standarnya oleh sesuatu di luar manusia. Sesuatu itu adalah Allah Swt.,  Pencipta manusia yang Mahatahu segalanya.

Selain itu, manusia memang makhluk yang lemah. Manusia tidak tahu apa yang benar-benar baik untuk dirinya demikian sebaliknya. Hal ini bisa kita pahami dari Firman Allah dalam Al-Qur'an surah al-Baqarah: 216, "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Oleh karena itu, nilai suatu perbuatan memang harus ditentukan oleh Allah. Allah mengatakan bahwa tidak ada kebaikan kecuali dalam syariat-Nya. So, suatu perbuatan itu akan bernilai baik jika ia sesuai dengan syariat Allah, sebaliknya akan jadi buruk kalau menyelisihinya. Karena hal itulah yang akan menghantarkan kita pada rida Allah, menjauhkan dari murka-Nya, datangkan pahala, lalu menjauhkan diri kita dari azab dunia dan akhirat.

 

Perubahan

Lalu, jika ingin mengubah perilaku manusia menjadi baik, perlu beberapa hal yang harus diperhatikan. Jika hal ini dipraktikkan dalam barak, insya Allah pulang ke rumah tak lagi norak.

Pertama, menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nidhomul Islam, perilaku manusia itu sangat tergantung dengan persepsinya. Persepsi ini akan tergantung pada ide/pemikiran apa yang dimengerti, lalu dianggap benar, dan dijadikan tolok ukur oleh seseorang, hingga ia terdorong untuk mempraktikkannya. Ide yang bisa membuat manusia untuk senantiasa menjaga perilaku tidak terjebak dalam kebebasan mengumbar hawa nafsu hanya ada dalam Islam. Karena perilaku nakal itu akibat dari manusia bebas mengikuti hawa nafsu.

 

Kedua, agar perilaku manusia istikamah dalam ketaatan kepada hukum Allah, maka manusia perlu sebuah pemikiran yang mendasar agar bisa dijadikan sebagai “why” alias alasan untuk selalu melakukan perbuatan baik. Pemikiran itu harus berupa pemikiran mendasar tentang hidup ini. Ia harus bisa menjawab pertanyaan,Dari mana kita berasal?”, “Punya misi apa selama hidup?”, “Kalau dunia sudah kiamat atau kita sudah meninggal akan ke mana?”. Kalau itu sudah terpecahkan dengan proses logis, manusia akan senantiasa punya “why” untuk berlomba berperilaku baik. Fyi, pemikiran mendasar satu-satunya yang sahih karena memuaskan akal lalu, sesuai fitrah manusia, dan menentramkan jiwa hanyalah (akidah) Islam.

Tiga, dalam buku Syakhsiyah Islamiyah juz 1, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan agar ide berubah menjadi persepsi, tolak ukur, dan qonaah seseorang, proses belajarnya harus mengikuti metode pengajaran Islam yang bernama talaqiyan fikriyan. Idenya dibahas dengan jelas dan tuntas hingga terang benderang di benak murid, lalu dipastikan murid membenarkan ide yang dipelajari, terakhir murid mempelajari ide tersebut untuk diamalkan.

Empat, beri wawasan dan pengetahuan terkait hukum-hukum Islam yang mengatur setiap perbuatan hamba. Kupas tuntas hingga teknisnya.

Terakhir, setelah memiliki persepsi yang benar dan tahu berbagai hukum syariat, ada satu kaidah amal juga yang harus dipahami. Pertama, berpikir sebelum berbuat. Kedua, lakukan perbuatan untuk meraih suatu tujuan atau target sesuai nilai yang ditetapkan dalam sebuah perbuatan. Misal ni ya, belajar itu harus merealisasikan nilai materi, dalam hal ini ilmu. Kalau belajar tidak dapat ilmunya, auto introspeksi ya cara belajarnya. Ketiga, selalu lingkupi dengan keimanan. Biar tidak stres. Di sini lah keimanan dan tawakal itu berperan. Serahkan seluruh hasilnya kepada Allah, lalu yakinlah setiap perilaku baik pasti ditolong Allah.  Asyik apa asyik?

Tapi, ada bagian pentingnya, semua ini apakah akan dipraktikkan di dalam pendidikan bela negara di barak? Jawab masing-masing aja lah ya. Pastikan jawabannya sopan dan bernada lembut.[]

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar