Sudahi Lelah, Terus Melangkah

 



Rini Sarah


#Remaja — Teman semua, mari kita ngegalau. Sesekali mari kita resapi sebuah lirik lagu dari Anson Seabra yang judulnya "Trying My Best". 

...

Trying my best

Trying my best to be okay

Trying my best but every day, it's so hard

Holding my breath

Holding my breath 'til I can say

All of the words I want to say from my heart

...

Menurut tafsiran sebuah laman daring lagu ini menggambarkan kondisi hati seseorang yang lelah menghadapi hidupnya. Sudah berusaha dengan se-effort itu, tetap saja tidak bisa menutupi kalau hidupnya sedang tidak baik-baik saja.


Memang, kita  harus akui kalau kondisi hidup kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kalau dulu orang galaunya ala lagu Armand Maulana yang "Jemu" karena harus kerja bagai kuda.  Tidak siang, tidak malam, dia harus terus bekerja. Nah, sekarang sound-nya berubah ke lagu "Kita Usahakan Lagi dari Batas Senja". Jika tidak hari ini, mungkin minggu depan// Jika tidak minggu ini, mungkin bulan depan...// Ngapain? Dapat kerjaan!


Ya memang sesusah itu untuk mendapat pekerjaan. Angka pengangguran saat ini sangat tinggi. Fyi. Gen Z mendominasi angka ini (detik.com, 12/09/2025). Bencana menganggur ini ternyata tidak dialami oleh uneducated and unskilled people saja, orang pinter nan ahli juga nasibnya sama. Seperti yang dialami oleh Cho Sang-hun, 25, seorang pemuda asal Seoul, Korea Selatan. Hari-harinya beredar dari iklan lowongan kerja satu ke iklan lainnya. Tentu saja tanpa hasil memuaskan. Padahal dia lulusan universitas terbaik. (detik.com, 04/10/25)


Menyikapi fenomena ini, orang-orang seperti berputus asa. Akhirnya, muncul tren hidup lying flat (santuy nan leyeh-leyeh) dengan judul yang bermacam-macam sesuai dengan negara masing-masing. Di Cina namanya Tang Ping. Kalau di negeri para oppa namanya Geunyang swim. Di negeri asal anime namanya Satori Sedai. Inti dari gaya hidup ini adalah tidak usah terlalu semangat hingga mencurahkan segenap jiwa raga untuk melakukan sesuatu, nanti juga tidak akan berguna. Misal, tidak usah terlalu semangat belajar atau ngejar kompetensi macam-macam, ujung-ujungnya juga jadi pengangguran. Useless!


Lelah


Tren gaya hidup lying flat alias santai bin tidak mau berusaha lebih akhir-akhir ini menunjukkan bahwa masyarakat dunia sudah mengalami kelelahan sosial dan spiritual. Sudah tidak ada lagi sesuatu yang bisa menjadi motivasi agar hidup lebih dinamis. Hidup seakan sudah tidak bermakna. Hanya dilewatkan begitu saja hingga tiba giliran dipanggil pulang. Bahkan, ngerinya ada yang mempercepat panggilan itu datang dengan upaya bunuh diri.


Lying flat atau apa pun nama lainnya merupakan konsekuensi logis dari kondisi kehidupan saat ini. Kondisi hidup yang penuh ketidakpastian yang dinamakan era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). Kondisi tidak pasti ini telah gagal diatasi oleh sistem hidup saat ini. Dunia memang makin berkembang, tetapi seharusnya semua harus dalam kendali manusia dengan mengaturnya lewat sebuah aturan khas tentang kehidupan. Hanya saja, aturan buatan manusia yang saat dipakai dalam mengelola dunia gagal untuk membuatnya harmonis. Lihat saja, ketika AI berkembang, justru malah menjadi saingan bagi manusia. Ujung-ujungnya manusia tersingkir oleh AI. Karena AI dianggap lebih menguntungkan bagi para pemilik usaha.


Di lain pihak, dada yang isinya cuan semua itu membuat kondisi ekonomi dan sosial ancur-ancuran. Prinsip ekonomi kapitalis yang terkenal dengan jargon “berkorban seminimalis mungkin, untuk dapat cuan segacor mungkin” yang berkolaborasi dengan prinsip kebebasan membuat orang bisa mengembangkan usaha mencari cuan dengan berbagai cara. Hingga cara yang sebenarnya berbahaya bagi masyarakat dan negara. Contohnya sektor nonriil. 


Dengan berkembangnya sektor ini, otomatis tidak ada barang real yang diproduksi. Klo tidak ada barang real yang diproduksi, maka permintaan terhadap pasar tenaga kerja pun menurun. Orang yang punya duit enak bisa leyeh-leyeh membiarkan uangnya beranak dengan sendirinya di sektor nonriil. Lalu, hidup ala-ala slow living karena sudah punya financial freedom. Nah, kalau kita ditakdirkan tak punya modal? Diem aja di pojokan sambil halu bisa menang undian. Terjadilah yang namanya kesenjangan ekonomi. YTTA, yang diem sambil halu itu mayoritas rakyat negeri ini. Kebayang kan sebanyak apa orang yang lelah dengan makin beratnya beban hidup.


Celakanya hanya kau yang aku impikan, eh itu mah kata Pak Duta. Celakanya, pemberdayaan dan pembinaan bagi generasi muda juga landasan berpikirnya “ini dada isinya cuan semua” juga. Pendidikan yang diberikan kepada generasi penerus bangsa tidak lebih agar mereka siap menjadi penggerak roda ekonomi. Ketika tujuan ini bertemu dengan kelesuan ekonomi yang tercipta akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis, di sinilah letak serunya eh lelahnya. Hasil pendidikan yang sudah memakan waktu, tenaga, biaya, darah, dan air mata itu seakan tidak ada guna. Karena banyak lulusannya tidak terserap dalam dunia kerja. Mau buka usaha? Dari mana modalnya?! Sekalinya dapat kerja, upahnya tidak bisa dibawa bertarung dengan tingginya harga-harga.


Bangkit


Berbicara tentang lelahnya hidup di era penerapan demokrasi-kapitalisme-sekuler ini mah memang tidak ada habisnya. Hanya saja, daripada kita terus berkubang dalam lelah itu mendingan kita tepis saja dulu rasa itu. Kita restart kembali semuanya. Mulailah berpikir bahwa  kita, para pemuda, bukanlah makhluk lemah yang harus segampang itu menyerah. Allah Swt. dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an melabeli masa muda adalah masa terkuat dalam periode hidup manusia.  Allah Swt. berfirman, “Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Surah Ar-Rum Ayat 54)


Allah sebagai Pencipta manusia sudah menerangkan bahwa manusia ketika masuk pada masa pemuda maka mereka akan punya potensi kekuatan. Kuat fisik, kuat akal, kuat idealisme. Harusnya, kita respon dengan memproses diri menjadi insan yang kuat lagi terpercaya seperti Musa yang dikisahkan dalam Al-Qur'an Surah Al-Qashash Ayat 26.


Sebagai orang yang terpercaya, mulailah kita renungkan lebih dalam mengenai berbagai problem yang terjadi di dunia ini. Rumuskan apa akar masalahnya. Lalu, temukan solusi sahihnya. Setelahnya, berkontribusi aktiflah dalam perjuangan menghadirkan solusi sahih itu. 


Jika tadi di atas dibahas penyebab problem yang terjadi di dunia ini adalah akibat penerapan sistem hidup yang salah. Maka kita harus cari sistem hidup yang benar. Lalu, dengan sistem hidup itu kita mengatur seluruh urusan umat di dunia. Fyi, sistem hidup di dunia itu hanya tiga. Kapitalisme sekuler yang saat ini sedang diterapkan di dunia dan terbukti membawa becana bagi manusia dan alam semesta, sosialis komunisme yang dulu rakyatnya menuntut diruntuhkan karena tidak membawa kesejahteraan, dan Islam, sebuah sistem hidup warisan Rasulullah saw. yang pernah tegak selama 14 abad.


Ketika Islam diterapkan secara sempurna oleh individu, masyarakat, dan negara terbukti membawa kegemilangan. Salah satu contohnya pembinaan bagi para pemuda. Banyak nama-nama pemuda hebat yang dicatat oleh tinta emas sejarah. Misal, Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel, Ibnu Sina yang sudah jadi dokter dalam usia 17 tahun, dan Imam Bukhari yang memulai mempelajari hadis pada usia 10 tahun dan menghasilkan buku pada usia 18 tahun.


Ketika Islam sebagai sistem hidup ditinggalkan sejak tahun 1924, bencana demi bencana melanda dunia. Sepertinya tidak perlu kita rinci lagi bencana apa saja. Kehidupan yang sempit sudah dirasakan oleh kita semua. Jadi what are you waiting for? Segera tepis lelah, lalu tetap melangkah menuju penerapan Islam kafah. Dimulai dengan mengkajinya secara sungguh-sungguh.[]







Posting Komentar

0 Komentar