#CatatanRedaksi — Salah satu tuntutan para buruh di setiap peringatan May Day adalah penghapusan outsourcing. Hal itu kemudian direspon oleh Presiden Prabowo Subianto dalam aksi di Monas, 1 Mei 2025 lalu. Diberitakan oleh Metrotv.news.com (01/05/2025), bahwa Presiden menyatakan ingin segera menghapus outsourcing. Tapi, realistasnya perlu juga untuk memerhatikan kepentingan para penanam modal. Sebab, kerja sama dengan para investor itu penting. Tanpa mereka, tidak akan ada pabrik dan buruh tidak punya pekerjaan.
Dalam waktu dekat, Presiden akan mengumpulkan sebanyak 150 pimpinan buruh dan pemimpin-pemimpin perusahaan Indonesia untuk membicarakannya. Sejumlah buruh tampak antusias dengan janji ini, bahkan mereka sambil mengelu-elukan nama Prabowo di sepanjang orasi Presiden di tengah aksi. Akan tetapi, banyak juga yang merasa pesimis bahwa janji itu akan terealisasi. Sebagaimana yang disampaikan salah satu buruh yang ikut aksi bernama Zainal asal Bekasi bahwa mereka sudah muak dengan janji-janji manis, karena mereka selama ini hanya diberikan harapan kosong bahkan bukan kali ini saja janji itu disampaikan, sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi, dan sekarang Prabowo Subianto, maka para buruh menuntut bukan hanya janji melainkan bukti.
Sistem kerja outsourcing memang selalu merugikan kaum buruh, sementara bagi pengusaha dinilai sangat menguntungkan karena bisa mengefisiensikan operasional perusahaan. Karena perusahaan tidak menangani sendiri perekrutan karyawan, tetapi mempercayakannya pada perusahaan alih daya yang bertanggung jawab mencari, melatih, dan menempatkan pekerja di perusahaan yang memerlukan tenaga kerja. Namun, istilah outsourcing di kalangan masyarakat kerap diartikan sebagai sistem tenaga kerja yang merugikan pihak pegawai baik dari sisi upah maupun kejelasan status pekerja (Kompas.com, 24/01/2022).
Di Indonesia sendiri, outsourcing diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Outsourcing (alih daya) dimunculkan oleh Adam Smith di tahun 1776. Peletak dasar ekonomi kapitalisme ini memunculkan ide outsourcing agar perusahaan dapat meningkatkan efisiensi di keahlian inti, sehingga untuk tugas-tugas yang tidak menjadi keunggulan kompetitif, diserahkan kepada pihak lain (ke-3) yang lebih berspesialisasi, biasanya itu di bidang kebersihan, keamanan, dsb.. Fakta outsourcing adalah kondisi yang tidak mengherankan di dalam sistem kapitalisme. Hal ini menjadi lahan subur bagi munculnya eksploitasi sumber daya manusia bahkan ada yang menyebut sebagai perbudakan modern.
Akad yang tidak jelas karena muncul pihak ketiga menjadikan kebingungan bagi pekerja kepada siapa dia bekerja? Dalam akad, dia bekerja dengan pihak perusahaan penyedia tenaga outsourcing, tapi ketika sudah bekerja dia akan di bawah pengaturan pihak perusahaan yang membutuhkan tenaga outsourcing ini, jadi tidak jelas akad pekerja ini seharusnya ke mana. Apakah kepada pihak penyedia jasanya ataukah kepada pihak yang memperkerjakannya. Disamping dia akan stuck di pekerjaan itu sampai kapanpun dan tidak akan jelas ada peningkatan karir ke depannya, juga biasanya masalah upah yang rendah seringkali menuai masalah yang tidak berujung. Begitulah fakta sistem kerja outsourcing dan memang hanya ada dalam sistem kapitalisme.
Buruh dalam sistem kapitalisme hanya salah satu dari komponen faktor produksi, maka agar bisa mendapatkan keuntungan tinggi, perusahaan harus menekan upah buruh serendah mungkin. Upah buruh hanya mampu mencukupi kebutuhan fisik minimun saja. Kondisi yang sangat berbeda jauh dengan Islam, buruh dalam Islam adalah tenaga kerja (ijarah) bagi mereka juga berlaku akad antara ajir (yang bekerja) dan yang memperkerjakan (musta'jir) untuk penetapan ujrah (upah/gaji) dan manfaat (kemampuan).
Ada empat unsur kontrak kerja yang harus jelas antara lain: bentuk/jenis pekerjaan, masa kerja, besaran upah, dan tenaga yang dicurahkan. Jadi jelas akad kedua belah pihak sebelum mereka sama-sama rida menjalankan kontrak kerja bersama. Inti dari akad ini semua harus jelas dan terukur. Sehingga tidak ada eksploitasi di dalamnya. Akad juga dilakukan antara kedua belah pihak, tidak ada campur tangan pihak ketiga atau pihak lain karena sejatinya mereka di luar pihak yang berakad. Dengan hal ini, pekerja dan pengusaha akan mampu bersinergi bukan mengeksploitasi untuk keuntungan sendiri. Maka, makin suramnya kondisi buruh/tenaga kerja dari hari ke hari sejatinya muncul karena sistem kapitalisme-sekuler hari ini yang diterapkan. Sejatinya, perlu mulai berpikir sistem hidup alternatif untuk bisa lepas dari sistem perbudakan modern kapitalisme, yakni dengan sistem ekonomi Islam yang adil dan sesuai fitrah manusia. In syaa Allah akan bisa diraih dengan penerapan Islam kafah. Wallahualam bissawab.[]
Hanin Syahidah
0 Komentar